Kado KPK Bernama Ratu Atut

Pengembangan kasus suap mantan ketua MK Akil Mochtar memperlihatkan trend positif. Ibarat bola salju menggelinding dari puncak gunung dan semakin membesar. Kini, bola salju korupsi telah “menggilas” orang nomor satu di Provinsi Banten.

Ratu atut ditetapkan sebagai tersangka bertepatan dengan hari ulang tahun KPK jilid III (16 Desember 2013). Serta menjadi salah satu korban jumat keramat lembaga antirasuah. Atut diduga terlibat dalam kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah Lebak dan korupsi pengadaan  alat kesehatan di Provinsi Banten.

ATUT DI TAHAN

Sumber: waspada.co.id

Penahanan Ratu Atut, tentu mengagetkan banyak pihak. Fitron Nur Ikhsan Juru bicara keluarga Ratut Atut Chosiyah menegaskan pihaknya menganggap KPK lebih semangat menahan Atut, padahal selama ini beliau bersikap kooperatif kepada KPK. Ia juga menilai penahanan sangat begitu cepat karena dilakukan di saat hari pertama pemeriksaan sebagai saksi. Pertanyaan kemudian, apakah seorang tersangka tidak boleh ditahan secara cepat?

Terkait langkah KPK menahan itu sah-sah saja dilakukan, tanpa melihat baru_lamanya seorang tersangka diperiksa. Apalagi tersangka sudah berada pada tingkat penyidikan, dimana penyidik bisa melakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. Arti kata serangkaian tindakan dimaksud adalah salah satunya melakukan penahanan.

Dasar hukum alasan penahanan diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pertama, alasan objektif. Penahan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa diduga melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih (vide Pasal 21 ayat 4).

Bila alasan objektif digunakan, maka penahanan tersangka Ratu Atut sudah terpenuhi. Selain karena sudah berstatus tersangka, penyidik KPK juga menjerat dengan pasal UU Korupsi sebagai pemberi suap kepada Hakim guna mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Ancaman hukuman pemberi suap paling lama lima belas tahun penjara.

Kedua, alasan subjektif. Penyidik bisa memerintahkan penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan seorang tersangka atau terdakwa diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana (vide Pasal  21 ayat 1).

Alasan subjektif ini sejalan dengan pernyataan Juru Bicara KPK. Johan Budi menegaskan alasan subjektif penyidik menahan adalah dikhawatirkan tersangka bisa mempengaruhi saksi-saksi, menghilangkan barangbukti dan tersangka juga bisa dikhawatirkan melarikan diri.

Kepercayaan Publik

            Selain penetapan Ratu Atut sebagai tersangka baru kasus suap mantan Ketua MK, dua tahun Abraham Samad menahkodai Komisi Pemberantasan Korupsi memperlihat peningkatan kinerja dalam pengungkapan sejumlah kasus yang melibatkan elit penguasa. Dalam catatan Penulis di tahun 2013 komisi antirasuah melakukan gebrakan dengan menetapkan anggota DPR sekaligus Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq terkait kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi, penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini yang diduga menerima suap dari pihak swasta, dan tangkapan kakap paling menggemparkan masyarakat serta menjadi pemberitaan media internasional yakni tertangkap tangannya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sesudah menerima uang suap dari Chairun Nisa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Golkar berserta seorang pengusaha bernama Cornelis Nalau. Suap Akil terkait perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah.

            Fakta-fakta kinerja KPK jilid III ternyata berbanding lurus dengan hasil survei Transparency International tahun 2013. Lembaga ini meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik empat peringkat di antara negara-negara lain dari 118 menjadi 114. Perolehan naik peringkat menandakan negara Indonesia menuju kearah perbaikan.

            Tentu semua keberhasilan KPK jilid III tidak terlepas dari peran serta masyarakat. Hampir seluruh Operasi Tangkap Tangan (OTT) penyidik KPK bermula dari laporan masyarakat. Para pimpinan KPK telah berhasil menjaga kepercayaan publik dengan membuktikan melalui kerja-kerja nyata.

            Kuatnya kepercayaan masyarakat kepada KPK ternyata melahirkan wacana baru. Seluruh masyarakat daerah yang “muak” dengan perilaku korup meminta lembaga antirasuah memiliki perwakilan di daerah-daerah. Rasionalisasi pentingnya pembentukan KPK daerah karena laku menggarong uang negara sangat marak terjadi di daerah dan jarang tersentuh. Kalau toh tersentuh penanganannya sangat lamban. Contohnya kasus korupsi dana selisih penggunaan anggaran DPRD Provinsi Gorontalo 2001 senilai 5,4 miliar yang menjerat mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad. Selama kasus bergulir mulai pertengahan tahun 2009, pihak kejaksaan sudah menerbitkan SP3 sebanyak dua kali. Walhasil sampai sekarang kasus korupsi dana Silpa tak kunjung tuntas.

            Kembali kekonteks pembentukan KPK daerah, memang memungkinkan untuk dilakukan. Karena sudah diatur dalam Pasal 19 ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002 menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi. Di lain sisi upaya memerangi korupsi khusus di daerah juga dilakukan penegak hukum lainnya. Sehingga seyogianya bila penegak hukum konvensional menolak pembentukan KPK daerah. Maka mereka harus merebut kepercayaan masyarakat, bukankah KPK hanya bersifat sementara.

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...