Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Butuh waktu lama untuk menulis masalah kekerasan terhadap anak,belum selesai kasus satu dalam pemberitaan muncul lagi kasus  yang lain, begitu terus menerus memilukan bahkan sangat tragis, pelaku berbuat diluar  batas-batas kemanusiaan   .Kekerasan  terhadap anak baik fisik maupun seksual meningkat drastis,  tahun 2017 KPAI mencatat telah terjadi sebanyak 116 kasus. Sementara yang tidak tercatat mungkin saja melebihi dari angka tersebut dikenal merupakan fenomena gunung es,dalam tulisan ini khusus dibahas kekerasan seksual terhadap anak dilihat dari sisi “anak sebagai korban.”

Sumber Gambar: deviantart.net

Jaminan Undang-Undang

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan pada setiap warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan perlindungan terhadap hak anak yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pemerintah Indonesia dalam usahanya untuk menjamin dan mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak adalah melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor: 23 tahun 2002 Perlindungan Anak. Perlindungan Anak tersebut adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Selain itu pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang  Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan pengganti UU Nomor : 1 tahun 2016 tentang perubahan ke 2 atas UU Nomor :23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksanaan Retitusi anak yang menjadi korban tindak kekerasan.

Inpres No. 5 Tahun 2014

Kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia belakangan ini terlihat sangat mengkhawatirkan. Sejumlah kasus menunjukkan anak-anak menjadi korban kejahatan seksual. Untuk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak yang ditandatangani pada 11 Juni 2014.

Dalam Inpres tersebut   menginstruksikan kepada para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK); para Gubernur; dan para Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak melalui Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (GN-AKSA), yang melibatkan seluruh unsur masyarakat dan dunia usaha.

Kementrerian Pendidikan juga diinstruksikan agar meningkatkan kualitas materi pendidikan agama dan budi pekerti di satuan pendidikan, memasukkan ke dalam kurikulum tentang hak dan kewajiban anak, kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan anak, melindungi anak di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan serta pihak lain dalam lingkungan sekolah.serta sanksi yang berat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan yang lalai melaksanakan tugasnya yang mengakibatkan terjadinya kejahatan seksual dan kekerasan terhadap anak.

Kementrian Agama bertugas meningkatkan sosialisasi dan peran serta tokoh-tokoh agama dan organisasi keagamaan dalam pencegahan dan pemberntasan kejahatan seksual terhadap anak.Menteri Kesehatan ditugasi untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada anak, masyarakat dan pemangku kepentingan tentang kesehatan reproduksi, dampak kejahatan seksual terhadap tumbuh kembang anak, pemberdayaan anak, dan melakukan upaya pencegahan.

Kekerasan Terhadap Anak

Pengertian kekerasan versi Wikipedia : merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik atau secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat  seorang yang dapat dilakukan dilakukan perseorangan atau kelompok. Menurut Barker (dalam Hurairah) mendefinisikan child abuse adalah tindakan yang melukai secara berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, mempunyai hasrat, hukuman badan yang tidak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.

Kekerasan pada anak sering terjadi di Indonesia, dari tahun-ketahun kekerasan anak semakin meningkat. Macam-macam kekerasan pada anak antara lain:

Kekerasan Emosional

Kekerasan secara emosional terjadi ketika orang tua yang mengetahui bahwa anak membutuhkan perhatian, tetapi orang tua mengabaikannya. Alasan orang tua mengabaikan anaknya biasanya karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan atau urusan lain, dan tidak ingin terganggu oleh anak-anaknya pada waktu itu. Kekerasan emosional tersebut apabila terjadi secara konsisten, maka akan menimbulkan dampak yang buruk yaitu anak-anak akan mengingat perlakuan orang tuanya. Sedangkan orang tuanya yang melakukan perlakuan keji akan terus menerus melakukan hal yang sama.

Kekerasan Verbal

Kekerasan ini biasanya terjadi ketika perlakuan verbal orang tua dalam melakukan komunikasi dengan anak, tetapi menggunakan kata-kata yang berisi penghinaan, dan melecehkan anak. Perilaku lain yang dilakukan orang tua seperti menyalahkan, atau juga dapat mengkambinghitamkan. Padahal seorang anak memiliki sifat meniru, apabila perlakuan tersebut sering dilakukan akan berdampak buruk kedepannya.

Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik biasanya terjadi ketika orang tua dalam mendidik anak-anaknya dengan cara memukul, atau melukai anggota tubuh ketika anak tersebut melakukan kesalahan. Padahal dalam hakekatnya orang tua di dunia ini merupakan pelindung bagi anak-anaknya, yang seharusnya memberikan kasih sayang, dan orang pertama kali dalam memberikan pendidikan yang baik pada anak dalam keluarga.

Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual yaitu setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual baik secara tidak wajar atau tidak disukai, maupun untuk tujuan komersial dan tujuan tertentu. Menurut Mayer (Tower: 2002) kekerasan yang dilakukan diantaranya penganiayaan, perkosaan, stimulasi oral pada penis, stimulasi oral pada klitoris, dan perkosaan secara paksa. Kekerasan seksual dapat terjadi menjadi dua kategori yaitu:

Familial Abuse

Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang yang masih memiliki hubungan darah, atau bagian dari keluarga inti seperti orang tua pengganti atau kekasih.

Extrafamilial abuse

Extrafamilial abuse yaitu yang melakukan kekerasan seksual oleh orang diluar lingkungan keluarga. Kekerasan seksual yang dilakukan orang dewasa disebut pedophile yang menjadi korban utamanya yaitu anak-anak. Kekerasan anak di Indonesia paling tinggi dibandingkan yang terjadi dengan wanita dewasa seperti gambar dibawah ini.

Kasus-Kasus Kejahatan Seksual Terhadap Anak

  1. AA (43) yang diduga melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak-anak perempuan di bawah umur. Perbuatannya dilakukan di tempat mereka menimba ilmu di Kp. Karangsari RT 2 RW 13 Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat.Lebih dari 7 orang menjadi korban pencabulan dan persetubuhanyang dilakukan tersangka AA,yang merupakan seorang pemuka agama. Pelaku AA bisa dijerat Pasal tahun penjara karena melanggar pasal 81 dan atau 82 Undang-undang (UU) No. 17 tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No. 01 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang. Ancaman hukuman maksimal hingga 15 tahun penjara Jika memenuhi unsur, dapat dikenakan pasal pemberatan hingga bisa dijerat Pasal Kebiri.
  2. Pada awal 2018 ini, publik dikejutkan dua kasus kekerasan seksual terhadap anak yang cu­kup memprihatinkan. Pertama, beredar video hubungan seksual antara anak dengan perempuan dewasa yang diduga dibuat dan diarahkan oleh enam orang dewasa. Untuk kasus perekaman vid­eo anak dengan perempuan de­wasa perlu diperhatikan bahwa pelaku dalam video tersebut dapat diduga merupakan bagian dari sindikat peredaran video pedofilia.Dengan demikian pembuatan video tersebut dilakukan dalam konteks eksploitasi seksual untuk kepentingan ekonomi. Aparat penegak hukum harus melihat kasus ini bukan hanya dengan kacamata kekerasan seksual pada anak menggu­nakan aturan tunggal seperti pornografi atau perlindungan anak semata.
  3. Kasus kek­erasan seksual di Tangerang yang diduga dilakukan oleh seorang guru honorer terhadap 41 orang anak. dalam kedua kasus tersebut para pelaku dapat dijerat dengan pi­dana berlapis. Mulai dari pasal-pasal di UU Perlindungan Anak, UU Pornografi.
  4. Seorang bapak Is (40)mencabuli anaknya kandungnya yang berusia 6 tahun Oktober 2017 didusun Sukamaju,Kelurahan kali cinta,kecamatan utara lampung utara yang  perkaranya sedang ditangani unit PPA Sat Reskrim Polres Lampung Utara.

Tiga tahun terakhir nampaknya menjadi tahun paling memprihatinkan bagi dunia anak Indonesia. Pasalnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan ratusan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan orang terdekat sebagai pelaku. Data KPAI menunjukkan  menemukan 218 kasus kekerasan seksual anak pada 2015.  Sementara pada 2016, KPAI mencatat terdapat 120 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Kemudian di 2017, tercatat sebanyak 116 kasus.Dalam data KPAI  pelakunya adalah orang terdekat anak seperti ayah tiri dan kandung, keluarga terdekat, dan temannya. KPAI juga terus mendorong pemerintah dan bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, BKKBN, kepolisian, serta pemerintah daerah soal tanggung jawab melindungi anak-anak.

 

     Peran Serta Orang Tua, Sekolah & Masyarakat

Anda sebagai orang tua ,sekolah dan masyarakat  perlu mengupayakan agar kekerasan tersebut sebisa mungkin dicegah dan diatasi dengan cara berikut :

  1. Bantu Anak Melindungi Diri: Berikan pemahaman dan ajarkan anak untuk menolak segala perbuatan yang tidak senonoh dengan segera meninggalkan di mana sentuhan terjadi. Ingatkan anak untuk tidak gampang mempercayai orang asing dan buat anak untuk selalu menceritakan jika terjadi sesuatu pada dirinya.
  2. Pendidikan Budi Pekerti: Salah satu solusi untuk mencegah krisis moral yang melanda di kalangan generasi penerus adalah mengajarkan budi pekerti, baik di rumah maupun di sekolah. Seperti yang kita ketahui, pendidikan budi pekerti masih belum merata dan belum benar-benar menjadi mata pelajaran wajib di semua sekolah.
  3. Maksimalkan Peran Sekolah: Sekolah harus memiliki fungsi kontrol sosial, yakni sekolah memiliki assessment(penilaian) terhadap perilaku anak. Sekolah juga harus menggagas aktivitas-aktivitas internal sekolah yang bersifat positif, memfasilitasi aktivitas orang tua siswa dan siswa minimal setahun sekali.
  4. Pembekalan Ilmu Bela Diri: Pembekalan ilmu bela diri pun dapat menjadi salah satu solusi agar anak tidak menjadi korban kekerasan. Selain mengajarkan kepada anak mengenai disiplin dan membentuk mental juga jasmani yang kuat, bela diri dapat digunakan untuk membela diri sendiri dari ancaman-ancaman yang ada.
  5. Peran masyarakat: Masyarakat di lingkungan RT RW agar lebih peka dan perduli terhadap lingkungan sekitarnya terutama mengamati pergaulan anak,mengamati orang dewasa yang bermain dengan anak serta keluarga yg mempunyai anak yang tertutup terhadap lingkungannya,cepat dan tanggap segera melaporkan ke pengurus RT setempat jika terjadi hal-hal yang mencurigakan terhadap satu keluarga,jangan bersikap pasif apalagi masabodo terhadap prilaku seseorang atau keluarga yang dinilai menyimpang.
  6. Laporkan kepada Pihak Berwajib: Hal terakhir yang harus dilakukan bila terjadi kekerasan fisik, psikis, ataupun seksual adalah segera melaporkan kepada pihak berwajib. Hal ini bertujuan agar segera diambil tindakan lebih lanjut terhadap tersangka dan mengurangi angka kejahatan yang sama terjadi. Adapun korban kekerasan harus segera mendapatkan bantuan ahli medis serta dukungan dari keluarga.

Penutup

Bahwa berbagai peraturan perundang-undangan dinilai cukup  untuk melindungi anak bawah umur dari kejahatan   ,akan tetapi kasus terus terjadi.bagi pelaku tidak jera untuk melakukan kejahatan padahal hukuman yang dijatuhkan sangat berat sampai pada tingkat hukuman  mati.

Untuk itu diharapkan peran serta yang maksimal dari pemerintah selaku pemangku kebijakan   dengan melaksanakan aturan yang telah dibuat dengan merealisasikan kepada masyarakat untuk  perlindungan anak.serta kepedulian masyarakat pendidik dan tokoh agama  untuk memberantas kejahatan terhadap anak.

Penyuluhan pra nikah di kantor KUA  ini harus dilakukan pasangan kawin yang berupa  hak dan kewajiban pasangan suami isteri dalam mengarungi bahtera perkawinan serta kewajiban  mendidik anak.

Bagi pelaku harus diterapkan  pasal berlapis. Salah satunya dengan instrumen UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)  ,dengan instrumen UU TPPO, penyidik bahkan dapat men­jerat korporasi di balik bisnis pornografi anak. Pasal 15 UU TPPO menyatakan, tindak pi­dana perdagangan orang yang dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan kekayaan hasil tindak pidana (perampasan aset).

Anak sebagai korban tindak kejahatan perlu menda­patkan rehabilitasi secara maksimal dan membutuhkan lebih serius dalam penan­ganannya karena akan berpo­tensi besar sebagai pelaku.

Oleh:

Sonny Kusuma

USA LAW Firm.

Anggota Tim Modul Sistim Peradilan Pidana Anak ( SPPA ) bagi Aparat Penegak Hukum / Instansi terkait Kementrian Hukum & HAM RI – UNICEF

You may also like...