Parliamentary Threshold dan Kemenangan Partai Besar

Tumbangnya rezim orde baru dengan pengekamannya, akan kebebasan berdemokrasi, bangsa Indonesia kemudian mulai menapaki jalur baru (baca: masa Reformasi) yang diharapkan dapat membuka kran-kran demokrasi. Salah satu wujud dari kran demokrasi yang selalu dijadikan barometer dalam mengukur demokratis tidaknya sebuah Negara adalah melalui suksesi politik.Suksesi politik yang dimaksud disini adalah penyelenggaraan pemilihan umum yang berazaskan Langsung,Umum,Bebas, Rahasia (LUBER) serta Jujur dan Adil (JURDIL) karena pemilihan umum merupakan salah satu bagian dari tatacara pergantian kekuasaan.

Pada masa reformasi yang menggantikan rezim terdahulu dengan segala kekurangan dan kelebihan, Pada tahun 1999 telah terjadi perubahan yan mendasar terhadap sistem pemilihan umum dan partai politik di Indonesia dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Peserta pemilihan umum pada saat itu berjumlah 48 partai politik dari 100 partai politik yang mendaftar, walaupun yang akhirnya hanya 28 partai politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemilihan umum tahun 2004 dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang – Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Jumlah partai politik peserta pemilu berkurang sangat signifikan dari 48 pada tahun 1999 menjadi 24 pada tahun 2004.

Tahun lalu pada tanggal 9 April 2009 bangsa Indonesia kembali menyelenggarakan pemilihan umum legislatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dengan aturan mainnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pada pemilihan umum kali ini partisipasi rakyat berjumlah 171.265.442 jiwa yang terdaftar di KPU sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan 44 partai politik kontestan pemilu (Komisi Pemilihan Umum:2009).

Rakyat Indonesia telah memilih orang-orang yang duduk di kursi legislatif sebagai perwakilannya yang diharapkan dapat menyampaikan aspirasinya. Pada pemilu tahun lalu diyakini terjadi beberapa  perubahan mendasar dalam hal pelaksanaannya, dimana suara dianggap sah apabila dengan mencontreng satu kali nama calon legislatif atau gambar partai politik pada kertas surat suara, dan penentuan calon anggota legislatif yang nantinya duduk menjadi anggota legislatif ditentukan dengan perolehan suara terbanyak.

Alhasil anggota legislatif kita telah bekerja setahun lebih, akan tetapi dibalik kesuksesan pihak penyelenggara pemilu dalam melaksanakan pemilu pada tahun 2009 terdapat banyak permasalahan yang tentunya mencederai proses demokrasi. Terlepas dari pelanggaran administrasi, dilapangan justru banyak terjadi pelanggaran yang  tergolong tindak pidana pemilu diantaranya kasus penggelembungan (mark up) suara terjadi dimana-mana, intimidasi pemilih di bilik suara dan money politic baik yang dilakukan oleh calon anggota legislatif, tim sukses maupun oleh pihak penyelenggara sendiri.

Partai Besar dengan 5%??

Pada pemilu legislatif 2009 terdapat 7 (tujuh) partai yang cukup berpengalaman yang bisa mendudukkan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat RI diantaranya Partai Golkar, Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera dan 2 (dua) partai politik baru kontestan 2009 yang berhasil menembus masuk senayan yakni Partai Hanura dan Partai Gerindra. Keberhasilan 9 (sembilan) partai politik dalam menembus senayan tidaklah mudah karena harus lolos dari  sistem Parliamentary Threshold. Penerapan sistem parliamentary threshold diharapkan dapat menjadi seleksi bagi partai-partai kontestan pemilu dan secara tidak langsung sebagai alat yang membatasi pembentukan partai politik yang menjamur.

Pada pemilu 2004 dikenal istilah Electoral threshold dengan menerapkan batas minimum 3% (tiga persen) jumlah keseluruhan kursi yang diperoleh setiap partai politik di  DPR. Setiap partai politik yang lolos electoral threshold secara otomatis akan mengikuti pemilu berikutnya. Akan tetapi, bagi partai politik yang tidak lolos diberikan 3 (tiga) opsi: pertama,bergabung dengan partai yang lolos electoral threshold. Kedua,bergabung dengan sesama partai politik yang tidak lolos electoral threshold sehingga mencapai ambang batas suara 3% dan memilih nama salah satu partai politik itu. Ketiga, mendirikan partai politik baru dengan nama dan lambang yang baru. Penerapan electoral threshold pada pemilu 2004 diharapkan dapat membatasi jumlah partai politik yang ikut berpartisi pada pemilu 2009. Akan tetapi, harapan itu terbantahkan dengan kenyataan bahwa peserta pemilu 2009 justru bertambah menjadi 38 partai politik ditambah 6 partai lokal Aceh. Padahal hanya 7 (tujuh) partai politik yang memenuhi standar electoral threshold, hal ini disebabkan karena partai politik yang tidak memenuhi standar 3% cukup mengganti nama partai dan lambang saja untuk ikut pada pemilu berikutnya. Oleh karena itu electoral threshold yang diharapkan dapat menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia kemudian diubah menjadi parliamentary threshold dan diterapkan pada pemilu 2009 yang diatur dalam Pasal 202 ayat (1) UU No.10 tahun 2008.

Partai politik yang dianggap lolos dari parliamentary threshold bila setiap partai politik bisa memperoleh suara sah 2,5% (persen) secara nasional dan berhak untuk mendudukkan wakilnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (baca:DPR) di senayan. Partai-partai ini juga berhak untuk mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden untuk periode berikutnya. Parliamentary threshold hanya diterapkan di DPR dan tidak berlaku ditingkatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (baca: DPRD) baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Belakangan ini sementara bergulir wacana tentang pemberlakuan Parliamentary threshold dengan menaikkannya menjadi 5% (lima persen) dan bukan hanya diterapkan di DPR RI akan tetapi juga ditingkat DPRD pada pemilihan umum anggota legislatif berikutnya. Apabila Parliamentary Threshold jadi diberlakukan ditingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka tentunya banyak partai-partai yang baru terbentuk atau yang lama tapi tidak tembus ke senayan harus ekstra keras dalam meraup suara pemilih di daerah pemilihannya masing-masing karena apabila tidak mencapai 5% (lima persen) maka suaranya dianggap hangus. Berbeda halnya dengan partai-partai politik yang sudah besar (Golkar, PDIP) justru akan diuntungkan karena semakin banyak calon-calon legislatif yang masuk bergabung ke partainya karena lebih mudah untuk mendudukkan wakilnya di dewan.

DPRD dan pilihan rakyat

Apabila parliamentary threshold jadi diterapkan ditingkatan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota tentunya merugikan partai-partai yang pada pemilu 2009 tidak lolos parliamentary threshold tetapi untuk tingkatan DPRD justru memperoleh banyak kursi. Kenyataan dilapangan memperlihatkan partai-partai besar tiap tahunnya mengalami penurunan dalam perolehan kursi di DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan tersebut diantaranya proses rekrutmen dan kaderisasi yang tidak jalan, dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang semakin menurun.

Kenyataan tersebut dapat kita lihat pada pemilu 2009 di seluruh daerah Indonesia.  Banyak partai politik yang tidak lolos mendudukan anggotanya ke senayan ternyata mampu menarik perhatian khalayak banyak ditingkat daerah kabupaten atau provinsi.

Berdasarkan hal tersebut tentunya penerapan parliamentary threshold ditingkatan DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota justru akan merugikan partai-partai politik yang tidak memiliki anggota di senayan dan tentunya membatasi pilihan rakyat untuk menentukan siapa yang pantas menjadi wakilnya di DPRD provinsi dan Kabupaten/Kota.

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...