Penyelesaian Konflik Rusia – Ukraina

Sumber Image: Tribun Jateng
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan akan menghentikan serangan militernya asal Ukraina berhenti melawan dan memenuhi tuntutan Moskwa (Kompas, 7/3/2022).
Sampai hari kesembilan serangan, pasukan militer Rusia telah berhasil menguasai PLTN Zaporizhzhia dan delapan roket Rusia menghancurkan Bandara Vynnytsia. Artinya, Rusia masih belum akan menghentikan serangannya terhadap Ukraina.
*Alasan serangan*
Menurut Putin, negara-negara Barat telah berada di perbatasan dekat Rusia karena Ukraina lebih condong kepada negara Barat dan NATO. Oleh karena itu, Rusia menyerang Ukraina dengan dalih ada ancaman serius yang menjadikan Rusia merasa tidak aman.
Rusia mempunyai hak membela diri (self defence) demi keutuhan bangsa Rusia. Alasan lain Putin, tidak ingin mengulangi sejarah tercerai berainya bangsa Rusia seperti waktu Uni Soviet pecah pada tahun 1991.
Setelah sembilan hari serangan, kabar terakhir Rusia bersedia menghentikan serangan dengan syarat Ukraina memenuhi tuntutan Moskwa.
Dilihat dari karakteristik dan sifatnya, konflik ini merupakan konflik politik, bukan sengketa hukum. Oleh karena itu, konflik ini sebelumnya telah dibawa ke Dewan Keamanan (DK) PBB untuk diselesaikan melalui Resolusi DK PBB. Namun, resolusi ini telah diveto oleh Rusia meskipun ada 11 negara setuju dan tiga negara abstain.
Sengketa ini kemudian dibawa ke Majelis Umum (MU) PBB untuk diselesaikan. Di MU PBB negara-negara terbelah suaranya, sebagian besar mengecam tindakan invasi Rusia, tetapi sebagian lain, misalnya China, India, dan Pakistan, lebih condong membela Rusia.
Konflik ini agak berbeda dengan konflik-konflik antarnegara di belahan dunia lainnya karena pelaku utama dari konflik bersenjata ini adalah Rusia, negara besar dan anggota tetap DK PBB. Selain itu, Rusia merupakan satu dari lima negara yang diakui sebagai negara pemilik senjata nuklir, selain China, Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Fakta ini mengarahkan pada suatu gambaran bahwa dunia dalam bahaya kehancuran yang mengerikan jika konflik ini membesar dan meluas.
Piagam PBB tak mengatur larangan perang secara eksplisit. Pasal 2 Ayat 4 Piagam mengatur bahwa negara-negara anggota harus menahan diri (refrain) untuk tidak menggunakan ancaman dan/atau kekerasan dalam hubungan internasional dan harus menyelesaikan sengketa mereka dengan cara-cara damai sehingga perdamaian dan keamanan internasional serta keadilan tidak dalam bahaya. Intinya, perdamaian dunia terletak pada niat negara-negara dalam menahan diri menggunakan kekerasan senjata.
*Penyelesaian damai*
Sengketa antarnegara dapat diselesaikan melalui mekanisme yang ada dalam Piagam PBB. Pasal 33 menyatakan, cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan lewat negosiasi, pencarian fakta, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan penyelesaian menurut hukum melalui badan atau pengaturan regional, atau cara damai lain yang dipilih sendiri oleh para pihak.
Menurut pasal ini, penyelesaian sengketa internasional dibagi menjadi dua: secara politik atau diplomasi dan secara hukum. Harap dicatat, hukum internasional merupakan hukum yang agak lemah efektivitasnya dibandingkan dengan hukum nasional. Karena dilengkapi dengan lembaga yang lengkap dan alat pemaksa, hukum nasional lebih efektif keberlakuannya.
*Efektivitas*
Negara-negara sebagai bagian dari masyarakat internasional sudah bereaksi atas ulah Rusia ini. Turki, misalnya, telah memblokir akses kapal perang ke Laut Hitam, dengan harapan akan dapat meredakan serangan Rusia dari laut.
Bahkan Swiss, yang terkenal dengan kebijakan netralitasnya, telah membekukan aset Putin, dan sejumlah individu lainnya, serta melarang pesawat Rusia masuk wilayah udara Swiss, kecuali untuk tujuan kemanusiaan dan diplomatik. Bukan itu saja, pembayaran internasional SWIFT juga telah dikurangi.
AS melakukan pembatasan ekspor teknologi untuk pertahanan dan keamanan Rusia. Uni Eropa juga melarang perusahaan berbasis teknologi mengekspor teknologi ke sejumlah perusahaan dan produsen di Rusia. Intinya, negara-negara ini menjalankan pressure kepada Rusia untuk mengakhiri aksinya. Rupanya tekanan ini berhasil karena dua belah pihak mulai membuka diri untuk melakukan negosiasi.
*Negosiasi dan mediasi*
Kabar terakhir, baik Rusia maupun Ukraina telah membuat pernyataan bahwa pihak mereka ingin menyelesaikan sengketa ini dengan cara negosiasi dengan persyaratan tertentu. Hal ini pertanda baik bagi selesainya konflik ini.
Namun, praktik negara-negara mencatat bahwa mekanisme negosiasi mempunyai kelemahan. Salah satunya, negosiasi tak akan berjalan jika posisi para pihak tak seimbang. Di atas kertas, Rusia lebih kuat daripada Ukraina.
Negosiasi ini juga tak akan berhasil jika masing-masing bersikeras dengan pendapatnya. Dalam negosiasi dibutuhkan take and give. Bisa jadi negosiasi akan gagal menyelesaikan konflik mengingat faktor-faktor itu.
Jikalau mekanisme negosiasi gagal, para pihak bisa mengambil cara lain, misalnya mediasi. Dalam mekanisme mediasi ini, para pihak memilih mediatornya, atau mediatornya dapat secara aktif menawarkan diri sebagai penengah untuk menyelesaikan sengketa. Tujuan mediasi, menjembatani supaya para pihak mau dan bersedia bertemu dan berdialog.
Syarat mediator ialah harus tak memihak, obyektif, dan netral. Israel sudah mengajukan diri sebagai mediator. Beberapa kalangan memandang ASEAN sebagai calon mediator dari konflik Ukraina ini (Kompas, 6/3/2022). Bahkan beberapa kalangan mengusulkan Indonesia bisa menjadi mediator dari konflik ini. Siapa pun, lembaga atau negara mana pun, dapat bertindak sebagai mediator.
Sepanjang mediator dapat menjaga unsur obyektivitas, netral, dan ketidakberpihakan itu, mediasi akan berhasil, dengan catatan para pihak kooperatif dan mau menyelesaikan sengketa mereka. Kali ini efektivitas hukum internasional sedang diuji, apalagi konflik melibatkan negara kuat Rusia.
Alternatif lain, para pihak memilih sendiri cara atau metode penyelesaian sengketanya. Metode ini merupakan metode yang dikenal kedua belah pihak, sesuai dengan budaya mereka, yang karena itu membuat mereka nyaman menggunakan metode ini. Kita lihat dan tunggu akhir dari konflik ini.
Oleh:
KOESRIANTI
Guru Besar Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga
KOMPAS, 18 Maret 2022
Sumber : https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/03/17/penyelesaian-konflik-rusia-ukraina