Urgensi Perppu Penyelamatan KPK

Menelisik satu persatu kasus yang sedang menimpa komisioner KPK saat ini, pada sesungguhnya lembaga anti rasuah benar-benar dalam ancaman; keadaan darurat. Bisa-bisa lumpuh total, sehingga pekerjaan untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi akan terhenti. Sebab berdasarkan UU KPK, komisioner KPK yang telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka, harus diberhentikan sementara.

Lalu, bagaimana langkah hukum yang mestinya diambil, jika “terpaksa” komisiner KPK harus berhenti semua pada akhirnya, sementara waktu pengangkatan komisioner KPK diagendakan nanti pada akhir 2015?

Perppu KPK

Sumber Gambar: aws-dist.brta.in

BERBAGAI KASUS

Hingga sampai sekarang, pemberitaan seputar masalah hukum yang terancam menjerat semua komisioner KPK, berbagai kasus yang mendera satu-persatu komisionernya.

Meskipun sulit dihindari kejadiannya, terdapat keterkaitan atas penetapan calon Kapolri: BG (Budi Gunawan) sebagai tersangka oleh KPK. Kemudian satu-persatu pejabat komisioner KPK akhirnya harus berurusan dengan masalah hukum di Bareskrim Polri. Yang pasti masalah hukum, penyelesaiannya pun harus dengan pendekatan hukum.

Mari menelaah satu-persatu sengkarut hukum yang kini mendera semua komisioner KPK: Pertama, dimulai dari kasus penangkapan Bambang Widjojanto (BW) (23/1). Oleh kemudian Bareskrim Polri, BW dijadikan tersangka; dalam dugaan “menyuruh atau mengarahkan” saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawiringan di Mahkamah Konstitusi pada 2010. BW dijerat dengan Pasal 242 junto Pasal 55 KUHP.

Kedua, adalah Adnan Pandu Praja dilaporkan pula ke Bareskrim Mabes Polri, (24/1). Adnan dilaporkan oleh Kuasa saham PT Desy Timber, Mukhlis, didampingi tim kuasa hukum, menyampaikan laporan tersebut ke Bareskrim Polri, terkait dugaan tindak kriminal yang dilakukan oleh Adnan pandu, atas perampokan kepemilikan saham secara ilegal di PT Desy Timber di Berau, Kalimantan Timur.

Ketiga, pelaporan atas ketua KPK Abraham Samad (AS) ke Bareskrim Mabes Polri (26/1). AS dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait pertemuannya dengan sejumlah petinggi partai politik menjelang Pilpres 2014. Juga terkait tawaran Samad untuk membantu penanganan kasus korupsi politisi Emir Moeis yang ditangani KPK. Dalam laporan tersebut, pelapor atas nama Muhamad Yusuf Sahide (Direktur Eksekutif LSM KPK Watch Indonesia) melaporkan AS terkait dugaan pelanggaran Pasal 36 dan Pasal 65 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Meskipun pelaporan tersebut terlihat sebagai pelanggaran kode etik semata, tetapi AS pada hakikatnya juga terancam dijerat dengan pasal TPPU, karena telah membantu menghilangkan jejak korupsi salah satu politisi PDIP (Emir Moeis) yang sudah ditangani oleh KPK.

Keempat, anggota komisioner kPK selanjutnya: Zulkarnain juga dilaporkan oleh Zaenal Abidin yang merupakan mantan anggota DPRD Jatim periode 1999 hingga 2009 ke Bareskrim Polri (28/1). Laporan tersebut terkait dugaan gratifikasi yang dilakukan Zulkarnaen saat masih menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Berdasarkan pemaparan kasus-kasus komisioner KPK di atas, walaupun baru BG yang ditetapkan tersangka. Tetapi dalam kaca mata hukum, dalam hal suatu waktu terjadi kekosongan terhadap komisioner KPK, harus jauh hari sudah dipikirkan. Jangan-jangan empat komisioner KPK yang masih tersisa, juga akan di ‘BW” kan. Hal ini merupakan pekerjaan sekaligus tanggung jawab kelak bagi Presiden Jokowi, agar kiranya mempersiapkan Perppu penyelamatan KPK.

Perppu KPK

Jika itu benar adanya, semua komisioner KPK menjadi tersangka setelah penyidikan oleh pihak Kabareskrim Polri nantinya. Tak ada jalan lain, secara realistis telah memenuhi syarat kondisi kegentingan memaksa dalam proses penegakan hukum di negeri ini, agar diterbitkan Perppu secepatnya.

Cuma saja dalam hemat penulis, tidak ada alasan yang mendasar substansi Perppu untuk menyelamatkan KPK, lantas KPK hendak “dihadiahi” hak imunitas agar tidak diperiksa dalam hal terindikasi kasus pelanggaran hukum. Dalam sejarah hukum ketatanegaraan kita, belum ada institusi kiranya secara tegas diberikan hak imunitas dalam UU, kalau pejabatnya melakukan tindak pidana. Pun kemudian terdapat hak imunitas untuk anggota DPR, perlu diketahui hak tersebut bukanlah hak untuk tidak dapat diperiksa dalam hal terindikasi melakukan tindak pidana, tetapi hak konstitusional untuk menyatakan usul dan pendapat sebagai perwakilan rakyat. Bukan untuk kebal dari kasus-kasus tindak pidana.

Kembali kepada Perpu Penyelamatan KPK, andaikata sangat diperlukan Perppu itu dikemudian hari. Beberapa hal atau ketentuan yang urgen untuk diatur dalam Perppu tersebut. Diantaranya; Pertama ketentuan untuk mempercepat pembentukan panitia seleksi dan tata cara pengisian kekosongan komisioner agar tetap berjumlah lima orang. Kedua, pengaturan soal penyadapan hingga pembentukan lembaga pengawas harus dimasukkan dalam Perppu tersebut. Sudah saatnya persoalan penyadapan diberikan limitasi dan pengawasan terhadap KPK, karena pekerjaan menyadap merupakan pelanggaran terhadp hak asasi atas setiap orang, jika hal itu terus dilakukan, tetapi bukan orang yang terindikasi korupsi.

Sebagai lembaga super body KPK juga harus introspeksi diri (bermuhasabah); bahwa pekerjaannya dalam menuntaskan kasus korupsi, ada-ada saja yang memungkinkan salah satu komisionernya melakukan pelanggaran etik. Seperti kasus yang menimpa AS, karena ikut dalam kontestasi politik 2014 kemarin. Oleh Karena itu sudah saatnya pula dibentuk lembaga pengawas untuk KPK.

Tentu usul kedua ini, memunculkan pertanyaan; kenapa bukan komisi etik saja yang dibentuk untuk KPK? Jawabannya, adalah susah untuk membentuk komisi etik KPK, sementara seluruh komisioner KPK harus diberhentikan. Bagaimana mungkin membentuk komisi etik yang inisiatif untuk membentuknya adalah kehendak dari komisioner KPK sendiri, dengan melibatkan tokoh independen, sementara komisionernya sudah pada berhenti semua.

Kini, tinggal menunggu kejutan apa lagi, selanjutnya yang akan terjadi. Apakah Presiden Jokowi akan mendengar 9 anggota Team Konsultatif Independen yang sudah dibentuknya, untuk tidak melantik calon Kapolri BG karena sudah ditetapkan sebagai tersangka? Ataukah sebaliknya Presiden tetap melantik BG, atas desakan partai pengusungnya, lalu memberhentikannya sehari setelah dilantik, dan kemudian melakukan pengangkatan Kapolri yang baru? Di sisi lain, akankah pula satu persatu komisiner KPK di “BW’-kan oleh Kabareskrim Polri? Mari kita tunggu; entah kegaduhan apa lagi yang akan terjadi. *

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...