Perlindungan dari Kekerasan Seksual

Sumber Gambar: psikologiforensik.com

Setelah pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Sidang Paripurna DPR, langkah berikut menyusun peraturan pelaksana.

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS telah lama ditunggu di tengah fakta kekerasan seksual terus terjadi di masyarakat. Rancangan UU ini terkatung-katung di DPR lebih dari enam tahun, terhitung sejak dibahas dan kemudian ditunda pembahasannya di Komisi VIII. Rancangan UU kemudian dimajukan kembali untuk dibahas di Badan Legislasi DPR periode 2019-2024. Kerja keras anggota Panitia Kerja RUU TPKS DPR meloloskan undang-undang ini patut dihargai.

Kita mengapresiasi kerja keras jaringan organisasi masyarakat, antara lain Jaringan Pembela Perempuan Korban Kekerasan Seksual, yang tidak putus memperjuangkan agar ada undang-undang membela korban kekerasan seksual. Jika dihitung sejak pertama kali rancangan diajukan organisasi masyarakat ke DPR, undang-undang ini menunggu sembilan tahun sampai akhirnya disahkan. Tidak heran jika tepuk tangan kegembiraan dari ”fraksi balkon” yang mayoritas adalah perempuan anggota jaringan membahana di Gedung DPR saat undang-undang disahkan pada Selasa (12/4/2022).

Hal penting dari kehadiran undang-undang ini adalah tersedianya payung hukum komprehensif untuk mencegah kekerasan seksual. Undang-undang ini melindungi dan memulihkan hak-hak korban, termasuk memberikan restitusi, merehabilitasi pelaku, menghukum pidana kurungan dan atau hukuman denda bagi pelaku, serta mewajibkan negara mencegah dan menangani kekerasan seksual.

Undang-undang mencakup kekerasan seksual secara fisik dan nonfisik, termasuk kejahatan secara elektronik dan perdagangan orang, dengan obyek individu dan atau korporasi, serta pemaksaan perkawinan, termasuk perkawinan anak.

Sebelum adanya UU TPKS, tidak mudah bagi korban mendapatkan keadilan, bahkan melaporkan kekerasan yang dialami pun bukan perkara mudah. Sejumlah penegak hukum belum sensitif terhadap sifat khusus kekerasan seksual. Kekerasan seksual menyerang integritas tubuh sehingga tidak semua korban langsung melaporkan kekerasan yang dialami, memerlukan waktu untuk memahami apa yang dialami.

Pelaku yang orang dekat korban, korban yang berada dalam relasi tidak setara dengan pelaku, tuntutan alat bukti dan dua saksi, serta masyarakat yang cenderung menyalahkan korban membuat pelaku tidak mudah melaporkan kekerasan.

Setelah UU TPSK disahkan, bola selanjutnya ada pada pemerintah untuk segera melahirkan peraturan pemerintah dan keputusan presiden sebagai peraturan pelaksana undang-undang. Peraturan turunan perlu ada hingga ke tingkat lembaga pemerintah, instansi nonpemerintah, kabupaten, kota, bahkan desa untuk mengubah masih adanya kebiasaan di masyarakat menoleransi kekerasan seksual.

Kita menginginkan UU TPKS segera dapat mencegah kekerasan seksual dan jatuhnya korban lagi.

 

Tajuk Kompas

Dewan Redaksi Kompas

KOMPAS, 14 April 2022

 

Sumber

https://www.kompas.id/baca/tajuk-rencana/2022/04/13/perlindungan-dari-kekerasan-seksual

You may also like...