Petik Pelajaran dari Gelombang Unjuk Rasa Mahasiswa

Sumber Gambar: cnn indonesia

Gelombang unjuk rasa di sejumlah daerah di Tanah Air yang berlangsung pada Senin (11/4/2022) untuk menyuarakan penolakan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden patut menjadi pelajaran segenap komponen bangsa. Elite politik perlu lebih peka membaca ”suasana hati” masyarakat serta menghindari lontaran gagasan yang inkonstitusional.

Di sisi lain, kekerasan yang mewarnai sebagian dari unjuk rasa tersebut juga tidak dapat dibenarkan. Penegakan hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab harus dilakukan.

Unjuk rasa di Jakarta berlangsung di depan Gedung Parlemen. Lokasi ini bergeser dari rencana awal Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia yang hendak menggelar unjuk rasa di depan Istana Negara. Perubahan lokasi dilakukan dengan alasan Presiden Jokowi sudah menegaskan pemilu tetap digelar pada 2024.

Sebelumnya ada sejumlah menteri dan pimpinan parpol yang menyuarakan wacana memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi. Adapun Presiden saat memimpin rapat persiapan pemilu dan pilkada serentak 2024, Minggu (10/4/2022), menegaskan agar para menteri tak menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah mendorong penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden dan wapres hingga tiga periode. Presiden menegaskan, Pemilu 2024 digelar pada 14 Februari 2024 (Kompas, 11/4/2022).

Dalam unjuk rasa di Jakarta, mahasiswa membawa spanduk dan kertas karton bertuliskan, antara lain, ”Masa Jabatan Itu Bukan Sembako yang Terus Naik”, ”Lekas Membaik Indonesia”, ”Onlyfans Cepat, Mafia Minyak Lambat”, lalu ”Rakyat Bangkit Melawan”. Pengunjuk rasa berorasi terkait penolakan perpanjangan masa jabatan presiden, penundaan pemilu, kebijakan ibu kota negara baru, hingga kenaikan harga kebutuhan dasar.

Unjuk rasa dengan pesan serupa juga berlangsung di sejumlah daerah, seperti di Bandung (Jawa Barat), Padang (Sumatera Barat), Jambi, Makassar (Sulawesi Selatan), Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Palu (Sulteng). Sebagian besar unjuk rasa berlangsung damai, tetapi di beberapa daerah juga sempat terjadi bentrok.

Beberapa penunjuk rasa menyesalkan ulah sejumlah elite politik yang menyuarakan wacana yang inkonstitusional dan akhirnya menyebabkan kegaduhan. ”Mereka harus meminta maaf secara terbuka atas apa yang mereka wacanakan,” kata Daeng, pengunjuk rasa di Palu.
Di Jakarta, pengunjuk rasa ditemui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan dua unsur pimpinan DPR lainnya, yakni Racmat Gobel dan Lodewijk F Paulus, beserta Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo ikut naik ke mobil komando pengunjuk rasa.

Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya telah menerima seluruh aspirasi dari mahasiswa. Setelah ini, ujar Dasco, aspirasi tersebut akan segera disampaikan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti.

Berkaitan dengan aspirasi menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden, misalnya, menurut dia, itu penundaan pemilu tidak pernah muncul dalam proses politik di DPR. Ia justru menyebut proses tahapan pemilu terus berjalan. Pada Selasa (12/4/2022), misalnya, Presiden akan melantik para anggota KPU dan Bawaslu terpilih periode 2022-2027.

”Proses politik yang ada di DPR hari ini, sementara yang berjalan adalah proses politik tahapan pemilu. Jadi, tidak ada proses penundaan, proses perpanjangan (masa jabatan presiden), sehingga proses politik yang ada itulah yang akan tetap kita jalankan itu tahapan pemilu,” ujar Dasco.

Untuk itu, ia meminta para mahasiswa tidak khawatir dengan kedua wacana itu. Sebab, tidak mungkin bisa terjadi penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden ketika tahapan pemilunya justru telah berjalan.

Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, demonstrasi yang berasal dari elemen mahasiswa dan sejumlah elemen lain ini merupakan bagian dari hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi. Tentunya, lanjut Listyo, Polri selalu berkomitmen terus menjaga dan mengawal kebebasan berdemokrasi, kebebasan ekspresi, serta memberikan aspirasi.

”Apalagi, mahasiswa sebagai salah satu elemen penting dalam menjaga independensinya untuk memberikan kritik-kritik yang tentunya mewakili masyarakat,” ujar Listyo.

Ia berharap mahasiswa bisa selalu tertib dalam setiap demonstrasi sehingga semua berjalan dengan baik dan aspirasi mereka juga bisa tersampaikan dan didengar para pemangku kebijakan, baik pemerintah, DPR,maupun Polri. ”Kami akan memastikan seluruh rangkaian kegiatan itu berjalan dengan lancar dan aman,” ucap Listyo.

Berkaitan dengan masalah bahan bakar minyak (BBM) dan solar, Listyo mengungkapkan, hal ini juga menjadi salah satu perhatiannya, khususnya terkait penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para spekulan. Sampai hari ini, ia menyebut, Polri telah mengamankan sekitar 47 tersangka. ”Jadi, kami juga akan terus concern agar masalah-masalah ini bisa segera selesai,” ujar Listyo.

Berkaitan dengan kelangkaan minyak goreng, menurut dia, hal itu tak terlepas dari mekanisme pasar. Namun, proses penyelidikan untuk mencari mafia-mafia minyak goreng masih terus dilakukan. ”Yang jelas sampai saat ini proses penyelidikan masih terus berlanjut. Tentunya nanti pada saatnya apabila memang ditemukan alat bukti yang cukup, akan disampaikan di dalam rilis resmi,” ungkapnya.

Mendengarkan aspirasi

Melalui keterangan tertulis, Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan, demonstrasi dijamin konstitusi. Untuk itu, pihaknya siap mendengarkan aspirasi mahasiswa yang disampaikan lewat unjuk rasa pada Senin kemarin.

Puan menegaskan bahwa DPR bersama pemerintah sudah menetapkan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024, yakni pada 14 Februari 2024. Kesepakatan itu dipegangnya sampai saat ini. Ia juga mengaku sudah berkali-kali menolak wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.

”Kami akan dengarkan aspirasi adik-adik mahasiswa hari ini. Memang DPR adalah tempatnya menyalurkan aspirasi rakyat dan DPR adalah rumah rakyat yang harus kita jaga bersama,” tutur Puan.

Puan menjamin tidak akan pernah terjadi penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden. Sebab, sejak awal dirinya dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang merupakan fraksi terbesar di DPR bersama beberapa fraksi lain berkali-kali menolak wacana tersebut.

”DPR hari ini adalah buah dari reformasi yang didorong oleh teman-teman mahasiswa 24 tahun lalu. Jadi, tidak mungkin DPR mengkhianati konstitusi dan amanat reformasi demi melanggengkan kekuasaan pihak-pihak tertentu,” kata Puan.

Berhati-hati

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, mengatakan, unjuk rasa yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia ini merupakan puncak eskalasi keresahan sosial dan politik di kalangan masyarakat. Terutama karena berbagai isu kontraproduktif terkait dengan penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, dan presiden tiga periode.

Pada saat bersamaan, masyarakat dihadapkan pada situasi ekonomi yang tidak mudah setelah harga berbagai bahan kebutuhan pokok dan BBM yang naik dan sulit diperoleh. Situasi ini jadi katalisator bagi munculnya keresahan sosial dan politik, yang antara lain direfleksikan dari unjuk rasa mahasiswa di sejumlah daerah.

”Peristiwa ini harus dijadikan momentum bagi pemerintah untuk berbenah dan mengatasi berbagai pemicu yang menjadikan keresahan sosial dan politik ini muncul,” katanya.

Pertama, soal isu penundaan pemilu dan presiden tiga periode, pemerintah harus menunjukkan isyarat keseriusannya dalam menyiapkan tahapan Pemilu 2024. Anggaran bagi penyelenggaraan Pemilu 2024 harus segera dibahas dan disetujui oleh pemerintah dan DPR. Dengan demikian, ada jaminan dan kepastian bahwa Pemilu 2024 benar-benar akan berjalan.

”Sebab, sekalipun Presiden Joko Widodo telah menyatakan pemerintah menyiapkan Pemilu 2024, ini belum menjadi jaminan bila langkah-langkah lanjutan tak segera diambil. Salah satunya penetapan anggaran pemilu. Ada kekhawatiran terkait skenario anggaran yang tak tercukupi yang dapat membuat pemilu tak dapat diselenggarakan. Ini harus diatasi dan segera dibahas untuk menampik hal itu,” katanya.

Kedua, soal mahalnya harga bahan kebutuhan pokok dan kenaikan harga BBM. Pemerintah, menurut Azra, harus fokus menuntaskan salah satu sebab keresahan sosial politik ini. Situasi ekonomi yang berat membuat masyarakat tercekik dan resah. Contohnya, harga minyak goreng yang tinggi dan susah diperoleh, belum lagi kenaikan harga Pertalite dan kelangkaan solar.

”Oleh karena itu, saya sarankan agar pemerintah berkonsentrasi menangani betul-betul hal ini, karena sejauh ini belum ada perbaikan sama sekali. Contohnya, harga minyak goreng belum juga ada perbaikan. Tidak ada harga Rp 14.000 per liter yang ditemui di lapangan. Situasi ini harus betul-betul diperhatikan pemerintah,” ucapnya.

Eskalasi keresahan sosial-politik ini, menurut Azra, sudah diingatkan jauh-jauh hari oleh banyak pihak. Berbagai wacana kontraproduktif dan inkonstitusional harus dihentikan, termasuk soal penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan, atau presiden tiga periode.

”Presiden bisa menertibkan wacana-wacana semacam itu. Janganlah wacana semacam itu diumbar ke publik sehingga terjadi akumulasi kejengkelan-kejengkelan di tengah masyarakat,” katanya.

Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Firman Noor, menambahkan, unjuk rasa mahasiswa di sejumlah daerah merupakan peringatan bagi semua pihak untuk hati-hati dalam menyampaikan pandangan yang inkonstitusional.

Peristiwa ini juga menunjukkan mahasiswa berperan besar dalam pusaran pertarungan ide. Mahasiswa sebagai elemen masyarakat sipil yang hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat merespons persoalan-persoalan yang menjadi perhatian publik.

”Tuntutan yang dibawa mahasiswa, yakni penolakan terhadap penundaan pemilu, perpanjangan jabatan, dan presiden tiga periode, serta tuntutan agar harga-harga bahan kebutuhan pokok, adalah isu-isu yang ada di tengah-tengah masyarakat,” katanya.

Terjadinya pemukulan terhadap pengajar Universitas Indonesia (UI), Ade Armando, juga sangat disesalkannya. Pihak berwenang diharapkan segera mengungkap siapa pelaku pemukulan itu. ”Beberapa informasi yang saya dapatkan, itu memang bukan mahasiswa, melainkan elemen-elemen liar,” katanya.

Bukan mahasiswa

Di Jakarta, kericuhan terjadi setelah massa mahasiswa mengakhiri demonstrasi setelah ditemui unsur pimpinan DPR dan Kapolri. Dari pengamatan, selain mahasiswa, lokasi sekitar Gedung Parlemen diramaikan kelompok ibu-ibu paruh baya hingga kelompok lain tanpa jaket almamater yang didominasi laki-laki. Suasana yang dipenuhi banyak warga dan beragam kepentingan itu diduga menimbulkan kekacauan.

Terjadi pula pengeroyokan terhadap Ade Armando yang mengikuti pergerakan mahasiswa sejak pagi. Peserta aksi yang tidak mengenakan jaket almamater tiba-tiba mengerubungi Ade dan memukulnya. Beberapa orang lain juga ikut menyerang Ade.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran memastikan pengeroyok Ade Armando bukan dari elemen mahasiswa. Enam personel Polri yang menolong Ade juga terluka. Polri sudah mengidentifikasi para pelaku. Fadil juga menyayangkan ada sekelompok orang yang berniat memancing di air keruh, tidak berniat menyampaikan aspirasi, tetapi ingin membuat kerusuhan. Pihaknya akan melakukan pengusutan, termasuk mencari dalangnya.

Massa juga membakar pos polisi di Pejompongan, Tanah Abang. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan membenarkan adanya kejadian tersebut.

Oleh:

Tim Kompas ; Wartawan Kompas

KOMPAS, 12 April 2022

Sumber : https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/04/11/petik-pelajaran-dari-gelombang-unjuk-rasa-mahasiswa

You may also like...