Sistem Pemilihan Umum

Di Negara yang banyak jumlah kepadatan penduduknya, dan kepadatan pekerjaan dari masyarakat, masyarkat yang beragam/ majemuk, maka hanya dengan jalan keterwakilan oleh suatu lembaga yang legitimate, hasrat dan kepentingan rakyat itu akan tercapai, tentunya harus melalui meknisme pemelihan umum, yang prosedur, mekanisme dan tata caranya didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Dengan pemilu berarti vool up dari kedaulatan rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjabat dalam legilatif maupun eksekutif. Secara sederhana tujuan dari pemilu adalah penyaluran kedaulatan rakyat. Tujuan dari pada penyelenggaraan pemilihan umum (general election) menurut Jimmly Asshiddiqie dapat dirumuskan dalam empat bagian yakni:

  1. Untuk memungkinkan terjadinya pemilihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai.
  2. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.
  3. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat.
  4. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.

Kegiatan pemilihan umum merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga Negara yang prinsipil. Dalam rangka pelaksanaan hak asasi warga Negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaran pemilu sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dimana rakyatlah yang berdaulat, semua aspek penyelenggaraan pemilu, harus dikemablikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak asasi apabila pemerintah tidak menjamin terselenggaranya pemilhan umum, memperlambat penyelenggaraan pemilu tanpa perseteujuan para wakil rakyat.

Agar pemilihan umum terlaksana dengan baik, sesuai dengan arahan dan mekanisme yang ditetapkan dalam undang-undang penyelenggaran pemilu, maka sistem pemilihan umum dilaksanakan dengan mengikuti sistem yang berdasarkan kelaziman, dalam praktik ketatatanegaraan, sistem pemilu dikenal dua cara sistem pemilihan umum yakni:

  1. Sistem perwakilan distrik/ mayoritas (single member constituencies); wilayah Negara dibagi dalam distrik-distrik pemilhan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih. Setiap daerah pemilihan akan diwakili oleh hanya satu orang yang akan duduk di perwakilan rakyat.
  2. Sistem perwakilan berimbang, perwakilan proporsional; persentase kursi dilembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan jumlah persentasi suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Pembagian kursi di badan perwakilan rakyat tergantung kepada berapa jumlah suara yang di dapat setiap partai politik yang ikut pemilihan umum.

Dalam praktiknya di Indonesia, pemilihan umum akhir-akhir ini adalah penggabungan dari dua sistem itu. Pemilihan DPD dilaksanakan dengan sistem distrik, yang diambil dari empat calon terpilih untuk setiap propinsi. Sedangkan untuk pemilihan DPR dan DPRD serta Presiden dan wakil Presiden menggunakan sistem perwakilan berimbang.

Perjalananan mekanisme pemilu yang mengikuti  kedua sistem diatas, apalagi dengan system proporsional. Memerlukan waktu perhitungan yang lamban dan menghabiskan dana yang  banyak untuk penyelenggaran hasil pemilihan umum. Pemilihan umum dilaksanakan dalam waktu yang panjang untuk memilih wakil-wakil rakyat. yang akan melaksanakan kepentingan nasional suatu bangsa.

Keterwakilan kepentingan rakyat ini merupakan representasi kelompok (baca: rakyat). Yakni konsep seseorang atau kelompok orang (baca: partai politik) mempunyai kemampuan untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo (1987: 175). Demikian yang disebut sebagai perwakilkan  yang bersifat politik _ Political Representation.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...