Akil Mochtar Ditangkap KPK

Runtuh sudah wibawah MK, sepeninggal Prof Mahfud MD, yang digantikan oleh Akil Mochtar (AM), masih dalam hitungan bulan, seumur jagung, dibawah kepemimpinan AM, wibawah MK, akhirnya tergadaikan dengan lembaran dolar, berjumlah 2-3 miliar.

Oleh KPK, dengan operasi tangkap tangan menciduk ketua MK itu, sekitar pukul 22.00 WIB di rumah dinasnya di Jl Widya Chandra III No 7, Jakarta. Tidak hanya melibatkan dirinya juga terseret nama Chairunisa (CN) salah satu anggota DPR dari fraksi Golkar, dan inisial CHN yang diduga dari kalangan pengusaha.

Ditempat terpisah tepatnya di hotel di Hotel Red Top, Jakarta Pusat. Seorang Kepala Daerah berinisial HB (salah seorang kepala daerah) ditangkap bersama satu orang lainnya di hotel tersebut.

Hingga kini, posisi kelima orang itu masih dalam status terperiksa,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, saat jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2013).

KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk memutuskan apakah lima orang tersebut memiliki indikasi kuat melakukan tindak pidana korupsi. Johan mengatakan, operasi tersebut bermula dari laporan masyarakat terkait adanya informasi penyerahan sejumlah uang dalam penanganan perkara Pilkada Kabupaten di Kalteng.

Sumber: nasional.news.viva.co.id

Sumber: nasional.news.viva.co.id

Dalam berbagai rilis media (Metro TV dan TV One) terkuaknya suap atas ketua MK ini bukan isu baru, di tahun 2010 melalui tulisannya pakar hukum tata Negara Refly Harun pernah membeberkan kalau AM ada indikasi menerima suap terkait salah satu sengketa pilkada yang pernah ditanganinya.

Refly menegaskan, yang dilakukan KPK dengan menangkap Akil Muchtar seolah mengonfirmasi keterangan dia 3 tahun lalu.

“Bagi saya ketika mendengar berita ini seperti konfirmasi saja mengenai apa yang saya sampaikan 3 tahun lalu. Apapun itu harus dijadikan entry poin untuk membenahi MK,” kata Refly saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (2/10/2013).

Refly pernah mengungkapkan adanya praktik suap di MK. Refly menyebut seorang hakim di MK menerima suap dengan perantara anaknya. Saat itu Refly malah dicap berbohong.

“Kalau memang benar Ketua MK tentu ini berita yang sangat buruk karena pada era reformasi ini tidak banyak lembaga yang bersih, paling cuma KPK, MK, Pengadilan Tipikor,” terangnya.

Refly menduga ada kasus lainnya yang masih perlu diungkap. “Saya kan nggak punya data, takutnya nanti salah sebut lagi. Tapi saya punya pengalaman buruk kalau nanti saya sebut,” tegasnya.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...