Ulusalu Aviastar DHC-6 dan Terpencil

Prof. Dr. SM. Noor, S.H., M.H.

Jumat, 2 Oktober 2015, pesawat Twin-Otter Aviastar DHC-6 yang berukuran kecil mengangkut penumpang 10 rute Masamba-Makassar, dilaporkan tiba-tiba hilang kontak dari menara kontrol di Masamba. Saat itu mulailah kegemparan terjadi ke seantaro Sulawesi Selatan, khususnya pada bagian Utara. Selama empat hari setelah kejadian hilangnya pesawat tersebut selama itu pula beberapa daerah kabupaten wilayah Utara Sulsel kasak-kusuk melakukan pencarian. Beberapa penduduk di beberapa wilayah malahan mengklaim melihat pesawat jatuh.
Informasi pertama tentang jatuhnya pesawat justru datang dari seorang warga di pantai Mallusetasi, KabupatenBarru melihat pesawat jatuh ke laut. Kemudian dilakukanlah pencarian selama dua hari mulai dari Parepare, Barru malahan sampai ke utara memasuki perairan Pinrang. Bahkan Tim SAR akan menyiapkan tim penyelam sedalam 40 meter pun untuk menemukan pesawat yang jatuh tersebut.

Informasi berikutnya datang dari seorang pekebun di Kabupaten Enrekang yang meyakinkan bahwa pesawat jatuh di sekitar Gunung Rantemario, Enrekang. Sang pekebun melihat dengan jelas sebuah pesawat terbang rendah dengan berderu keras serta mengeluarkan asap tebal. Sebelum akhirnya jatuh meledak di sekitar Gunung Rantemario. Menariknya info tentang Rantemario ini mengurungkan niat dan feeling Bupati Luwu, Andi Muzakkar (Cakka) yang sudah siap memimpin pasukannya melakukan pencarian di Kecamatan Latimojong, merasa pesawat jatuh di wilayahnya.

Feeling Cakka tersebut berdasar petunjuk wanita tua yang lugu warga Dususn Gamaru, Desa Ulusalu (seperti yang sudah terlansir di beberapa televise nasional swasta). Ternyata akhirnya Feeling Cakka yang benar. Hari kelima tragedi akhirnya Cakka tanpa mengenal lelah mendaki gunung dan merambah hutan pada malam hari pun melakukan perjalanan yang sangat sulit di wilayah yang belum pernah di jamah manusia.

Hebatnya bahkan Cakka memperingatkan orang-orang atau tim yang ikut dengannya untuk tidak memisahkan diri karena bisa tersesat. Tanda bahwa sang bupati hafal betul wilayah tersebut. Konon memang sang bupati menjadikan wilayah desa-desa sekitar Gunung Latimojong terutama Desa Ulusalu sebagai wahana penyaluran hobinya sebagai raser, dia hafal betul daerah-daerah di Desa Ulusalu tersebut.

Titik Ulusalu

Gunung Bajaja di Dusun Gamaru, Desa Ulusalu, sesungguhnya tidak pernah diperhitungkan sebagai salah satu titik jatuhnya Twin-Otter DHC-6 tersebut. Untuk sekitaran Pegunungan Latimojong satu-satunya titik yang diperhitungkan adalah wilayah Kecamatan Bastem. Kecamatan Latimojong, apalagi Desa Ulusalu (yang tiba-tiba kesohor nasional itu) tidak pernah masuk dalam skala yang diperhitungkan. Bukan kita katakan bahwa analisis hipotetis para ahli salah, tetapi memang wilayah pegunungan dan hutan belantara itu agaknya dieliminir karena faktor kesulitan evakuasi. Tetapi itulah yag terjadi.

Desa Ulusalu sendiri seperti panjang lebar sudah diungkapkan Tribun Timur (6-10 kemarin) merupakan Desa terpencil. Dokter-dokter dan Bidan-bidan yang ditempatkan sebagai petugas tidak tetap (PTT) di Desa tersebut tergolong daerah sangat terpencil. Sulitnya medan di daerah pegunungan itu dan jarangnya transportasi ke wilayah itu membuatnya sangat terpencil. Ulusalu memang merupakan desa paling puncak dari Kecamatan Latimojong dan dusunnya yang paling tinggi adalah Gamaru, karena berbatasan dengan Endrekang, Tanah Toraja dan Sidrap. Iklim di wilayah tersebut sangat dingin, terutama di Gamaru karena setiap hari diselimuti dengan kabut.

Pada umumnya penduduk Ulusalu bercocok tanam. Kebanyakan perkebunan yang ada di wilayah tersebut adalah kopi dan cengkeh, selain tanaman padi gunung. Listrik di wilayah tersebut sangat bergantung pada keadaan air yang deras dari anak-anak sungai yang mengalir dari gunung dengan menggunakan turbin sekaligus sebagai sumber air bersih. Tingkat kesejahteraan masyarakat tergolong menengah terutama dari hasil penjualan kopi dan cengkeh. Selain itu kesejahteraan juga dipicu oleh semangat anak-anak muda yang pergi ke berbagai Negara baik menjadi pelaut maupun TKI-TKI memburu dollar.

Kendala Infrastruktur

Ada hikmah sesungguhnya di balik tragedi Aviastar Twin-Otter DH-C6 tersebut. Bahwa berkumpulnya pejabat-pejabat (setidaknya tingkat penyelamatan) dapat melihat langsung betapa sulitnya infrastruktur jalanan dilewati. Jalan naik ke desa-desa yang tergolong maju terutama ke Ibu Kota Ulusalu, Rantelajang, tidak beraspal padahal jalan rintisan sudah ada.
Memang ada beberapa jembatan yang sudah di beton seperti jembatan yang menghubungkan Desa Ulusalu dan Desa Boneposi serta Desa Tolajuk. Tetapi kebanyakan jalanan masih perlu di beton atau di aspal. Jalan-jalan ke wilayah tersebut memang cukup berbahaya karena persis di bibir jurang yang terjal. Jika kita melakukan perjalanan ke Ulusalu di Kecamatan Latimojong, maka mulai pendakian drai Ranteballa dengan cepatnya kita berhadapan dengan jurang-jurang yang terjal di kiri kanan jalan. Belum lagi ancaman longsor, terutama setelah lepas dari Desa Kadundung, yaitu persis di daerah Dam beberapa jalan memang terbentuk dengan sendirinya karena dirintis oleh perusahaan tambang emas, Masmindo, di Salubulo.

Prasaranan infrastruktur ke Ulusalu memang mengalami kesulitan karena faktor alam yang bergunung dan keterpencilan. Sarana pengangkutan mobil untuk bahan-bahan bangunan sangat sulit dan mahal, sehingga menyulitkan pembangunan, sarana dan prasarana di wilayah tersebut. Sebagai contohharga jual hasil bumi, seperti cengkeh dan kopi, sangat murah karena kurangnya pengangkutan. Para pengijon yang meraih keuntungan besar karena berani membawa mobil sendiri sebagai pengepul hasil-hasil bumi ekspor tersebut dan di beli dari petani dengan harga yang sangat murah.

Tingkat Pendidikan

Wilayah Ulusalu dan sekitarnya di Latimojong, boleh terpencil, tetapi tidak terpencil dari kesadaran pendidikan. Para pemuda pada jamannya (termasuk mertua penulis alumni Unhas era 60-an) pergi ke Makassar bersusah payah untuk sekolah. Eksodus awal sekolah (bukan pelaut) pada era pendidikan awal di Ulusalu telah melahirkan tokoh-tokoh spektakuler dan kontoversial di Luwu. Beberapa anggota DPR-RI lahir dari desa tragedi Aviastar ini. Bahkan profesor pertama Luwu (sebelum terpecah menjadi 4 kabupaten) lahir dari desa ini yaitu Prof. Iskandar, seorang Guru Besar Agama Islam dan ulama terpuji dan disegani di Tanah Luwu, mantan Kepala Staf Angkatan Laut RI, Laksamana TNI-AL, Rudolf kasenda, lahir di wilayah pegunungan ini, Ranteballa.

Ketika pertama kali penulis ke Ulusalu (sudah 4 kali) dalam rangka Lebaran tahun 2008 tanpa sengaja bertemu dengan seorang kawan kolega aktivis kampus Unhas dan mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian Unhas tahun 90-an, Ir. Husbah, mantan Manager Maruki International Copration. Darinya diketahui betapa banyaknya anak-anak muda Ulusalu yang memiliki kesadaran tinggi untuk pendidikan dalam rangka kemajuan dan pembinaan kecerdasan. Baik yang mengejar pendidikan di perguruan tinggi baik di Palopo maupun di Makassar.
Ketika kesempatan kesekian kali ke Ulusalu, tertantang ke puncak gunung yang selalu diselimuti awan. Dengan berboncengan motor saudara berangkat ke Gamaru. Di bibir gunung Gamaru tampak jelas semua puncak-puncak deretan pegunungan Latimojong termasuk gunung Bajaja tempat tragedi di pesawat. Ada yang unik di Gamaru. Rumah-rumah bersusun ke bawah, artinya vertikal tidak horizontal. Contoh ketika mau sholat di mesjid menanyakan dimana mesjid ? jawaban warga sambil menunjuk ke bawah. Kira-kira 200 m lagi ke bawah ! Baru sadar bahwa rumah-rumah berderet ke bawah ke atas karena memang berada di lereng gunung. Jarak pandang karena kabut sangat pendek ditambah udara sangat dingin menyelimut menggigil menusuk tubuh walaupun di balut jaket berlapis-lapis.

Sebagai penutup renungan duka tragedi ini menarik mengemukakan anekdot mahasiswa-mahasiswa anak Ulusalu Unhas di rumah. Mereka bertepuk tangan ketika diketahui pesawat ditemukan di kampung mereka. Mereka berdoa membaca surat yasin secara bersama-sama. Dis amping itu, berceloteh tentang misteri Pegunungan Latomojong yang keramat.
Konon deretan puncak-puncak Latimojong memiliki magnet raksasa yang bisa menarik pesawat yang lewat di atasnya. Selain Aviastar juga pernah ada pesawat Amerika yang tertarik jatug di Gunung Latimojong sekitar Ulusalu pada masa perang dunia ke-II dan hancur berkeping-keping. Benar atau tidaknya misteri itu, entahlah. Tetapi ya, aneh. Kayak triangel bermudah (segitiga bermuda) di Samudera Atlantik saja

Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H.

Lahir di Bulukumba 2 Juli 1955, Menamatkan S1, S2 dan Program Doktor PPS Unhas 2003- 2008. Adalah Professor Hukum yang suka Sastra terbukti sudah tiga novel yang telah terbit dari buah tangannya: “Putri Bawakaraeng” (Novel) Lephas Unhas 2003; “Pelarian” (Novel) Yayasan Pena (1999); “Perang Bugis Makassar, (Novel) Penerbit Kompas (2011). Selain sebagai Staf Pengajar pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas, Golongan IV B, 1998 hingga sekarang, juga menjabat sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas; Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Makassar 1990-2003; Dosen Luar Biasa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unhas untuk mata kuliah Politik dan Kebijaksanaan Luar Negeri Cina serta Hukum Internasional 2002 – sekarang. Beberapa buku yang telah dipublikasikan antara lain “Sengketa Asia Timur” Lephas-Unhas 2000. Tulisannya juga dapat ditemui dalam beberapa Harian: Pedoman Rakyat (kolumnis masalah-masalah internasional), pernah dimuat tulisannya di Harian: Fajar dan Kompas semenjak mahasiswa; menulis pada beberapa jurnal diantaranya Amannagappa, Jurisdictionary dan Jurnal Ilmiah Nasional Prisma. Kegiatan lain diantaranya: narasumber diberbagai kesempatan internasional dan nasional, Narasumber Pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) Jakarta 1987; Narasumber pada Overseas Study On Comparative Culture And Government Tokyo (Jepang) 1994; Shourt Course Hubungan Internasional PAU Universitas Gajah Mada Yogayakarta 1990; Seminar Hukum Internasional Publik Universitas Padjajaran Bandung 1992; Seminar Hukum dan Hubungan Internasional Departemen Luar Negeri RI Jakarta 2004. Juga pernah melakukan penelitian pada berbagai kesempatan antara lain: Penelitian Tentang Masalah Pelintas Batas Di Wilayah Perairan Perbatasan Indonesia-Australia Di Pantai Utara Australia dan Kepualauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara Tahun 1989; Penelitian Tentang Masalah Alur Selat Makassar dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional Indonesia. Gelar guru besar dalam Bidang Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah dipertahankan Di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin “Perang Makassar (Studi Modern Awal Kebiasaan dalam Hukum Perang)” pada hari Selasa 2 November 2010 (Makassar).

You may also like...