Peradi, Wadah Tunggal
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pada Pasal 28 Ayat (1) menyatakan bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UU ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas advokat.
Tidak dapat dimungkiri, frasa ”merupakan satu-satunya wadah profesi advokat” bermakna dan harus dimaknai bahwa organisasi advokat yang akan dibentuk berdasarkan perintah UU Advokat adalah ”satu organisasi advokat”, dengan kata lain single bar (wadah tunggal).
Kemudian, Pasal 5 Ayat (1) UU No 18/2003 menyatakan, advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
Untuk dapat memahami dengan benar mengenai prinsip single bar dan advokat berstatus sebagai penegak hukum, harus dipahami dulu konsiderans UU Advokat, pada bagian menimbang huruf (b), yang menyatakan ”bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh luar memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia (HAM)”.
Dari konsiderans UU Advokat itu terlihat bahwa profesi advokat adalah profesi yang diperlukan oleh kekuasaan kehakiman untuk dapat terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia.
Bunyi dari konsiderans itu merupakan suatu keistimewaan dan penghargaan bagi profesi advokat. Hal itu tidak terdapat baik dalam UU tentang Kepolisian maupun dalam UU tentang Kejaksaan.
Dalam perkara nomor 019/PUU-I/2003 terkait dengan pengujian terhadap norma penjelasan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 14-17, Pasal 32 Ayat (2), Pasal 3 Ayat (1), dan Pasal 32 Ayat (3) UU No 18/2003 bertentangan dengan UUD 1945, DPR yang diwakili oleh Hamdan Zoelva dan Akil Mochtar di muka persidangan pada pokoknya menyatakan bahwa mengenai advokat tidak diatur dalam UUD 1945, tetapi dasar pengaturan tentang advokat harus dikembalikan pada Pasal 24 Ayat (3), yaitu badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat diketahui bahwa Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai satu-satunya organisasi advokat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat, adalah organ negara dalam rumpun kekuasaan yudikatif.
Oleh karena Peradi adalah organ negara dalam arti luas, tentu Peradi (organisasi advokat) harus bersifat tunggal (single bar), sama dengan organisasi penegak hukum lain, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Mengingat tugas dan fungsi advokat termasuk dalam rumpun yudikatif, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara nomor 014/PUU-IV/2006, antara lain, menyatakan, ”Karena Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat menyebutkan organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat, maka organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas, yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara (vide Putusan Mahkamah Nomor 066/PUU-II/2004)”.
Dengan dasar itu, ratio legis organisasi advokat (Peradi) harus dalam bentuk wadah tunggal (single bar) adalah karena Peradi sebagai organisasi advokat adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ), yang juga melaksanakan fungsi negara guna terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan HAM.
Berkaitan dengan prinsip single bar ini, MK dalam putusan nomor 66/PUU-VIII/2010 memberikan pendapat hukum, ”Bahwa ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan menunjukkan bahwa karena kedudukannya itu diperlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat”.
Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat, sebagaimana dimaksud dalam UU Advokat, memiliki wewenang untuk melaksanakan pendidikan khusus profesia dvokat, pengujian calon advokat, pengangkatan advokat; membuat kode etik; membentuk dewan kehormatan; membentuk komisi pengawas; melakukan pengawasan; dan memberhentikan advokat.
Adanya pendapat yang masih mempersoalkan konstitusionalitas Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat dengan mendasarkannya pada Putusan MK Nomor 101/PUU-VII/2009, adalah pendapat yang tak relevan lagi.
Alasannya, pertama, Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 tertanggal 30 November 2006, antara lain, memberikan pendapat hukum, ”Bahwa ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan menunjukkan bahwa karena kedudukannya itu diperlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat.
Karena Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat menyebutkan, Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat, maka organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.
Kedua, Putusan MK Nomor 66/PUU-VIII/2010 tertanggal 27 Juni 2011, antara lain, memberikan pendapat hukum…
”Bahwa Pasal 32 Ayat (3) dan Ayat (4) UU Advokat sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun, dan dengan telah terbentuknya Peradi sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat sehingga tidak relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya”.
Ketiga, setelah adanya Putusan MK Nomor 101/PUU-VII/2009, MK dalam perkara pengujian terhadap UU Advokat berikutnya, terutama yang berkaitan dengan organisasi advokat yang dimaksud dalam UU No 18/2003, dalam memberikan pendapat hukum/pertimbangan hukum senantiasa mengaitkannya dengan keberadaan Peradi sebagai organisasi advokat sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006 dan tak pernah mengaitkannya dengan organisasi advokat yang lain.
Hal ini menegaskan bahwa dalam konteks organisasi advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat, MK saat ini hanya mengakui Organisasi Advokat Peradi sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK Nomor 014/PUU-IV/2006, yang menyatakan bahwa Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.
Jika saat ini ada pihak-pihak yang menyatakan organisasi advokat yang dimaksud dalam UU Advokat adalah berbentuk multibar dengan mendasarkan pada Surat Ketua Mahkamah Agung (SKMA) Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tertanggal 25 September 2015 perihal Penyumpahan Advokat, maka pendapat yang demikian adalah sangat keliru dan tidak berdasar hukum.
Bagaimana bisa ketentuan UU Advokat tentang wadah tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat bisa diubah atau dieliminasi dengan SKMA. Justru nyata-nyata SKMA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 itu bertentangan dengan UU Advokat.
Peradi tidak akan pernah berhenti memperjuangkan pencabutan SKMA itu karena tidak ada dasar hukumnya dan tidak ada kewenangan MA untuk menerbitkan surat dengan substansi tersebut.
Oleh karena itu, sesuai fakta, sebagai kesimpulan, spirit dari UU Advokat adalah single bar atau wadah tunggal. Peradi, yang saat ini dengan Ketua Umum Prof Dr Otto Hasibuan, SH, MM, adalah organisasi sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (1) UU No 18/2003 juncto Pasal 1 angka (4), dan pembentukan dan keberadaan Peradi, adalah konstitusional.
Oleh:
Dr Adardam Achyar, SH, MH
Sekretaris Dewan Pembina DPN Peradi dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin)
Sumber:
kompas.id/baca/hukum/2022/03/22/peradi-wadah-tunggal