Relisme Skandinavia

Awal mula  dari realisme hukum sebagai suatu gerakan, berawal dari  ketidakpercayaan (unbelieve) terhadap hukum yang menekankan unsure aksiologis (etika dan moral). Olehnya itu aliran realisme hukum memiliki counterpart berupa-gerakan-gerakan yang menekankan unsur empiris seperti: The Interresenjurisprudenz dari Otto Von Jhering di Jerman; Aliran Sejarah dari Von Savigni di Jerman; Aliran Hukum Bebas (Free Law Movement yang dipelopori oleh Durkheim atau di Eropa yang dikenal dengan freirechtslehre dipelori oleh Eugen Erlich dan H. Kantorowicz; Sosiologi Hukum dari Max Weber, Ehrlich dan Karl Marx; Egological theory dari Carlos Cossio di Argentina.

Aliran realisme hukum yang berkembang di Amerika memilki teman sehaluan yang sama-sama menggunakan gerakan “realisme” adalah Realisme di Skandinavia. Jika di amati beberapa ciri khas dari aliran realis Skandinavia,  aliran realisme tersebut mempunyai pandangan yang lebih empirikal dari realisme hukum di bandingkan realism di amerika serikat.

Para penganut aliran realism hukum dari Skandinavia seperti  Axel Hegerstrom, Olivecrona, Lundstet, dan Ross, secara tegas menolak metafisika hukum, dengan membela nilai-nilai yang dapat diverifikasi secara ilmiah atas gejala hukum yang faktual. Di sisi lain aliran ini juga menolak ajaran Positivisme Hukum dari John Austin, karena menurutnya; John Austin membiarkan begitu saja tanpa penjelasan terhadap berbagai karakteristik yang hakiki dari hukum.

Tegasnya, aliran realisme Skandinavia memandang bahwa hukum itu berfungsi dalam masyarakat, lebih dari hanya sekedar rasa takut (fear) kepada perintah atasan atau takut terhadap sanksi dari pada penguasa. Padahal yang penting ditemukan adalah, masyarakat mematuhi hukum adalah suatu tindakan yang baik dan benar.

Perbedaan  dari realisme Amerika dibanding dengan realisme Skandinavia yakni “menitikberatkan” kepada “Perilaku-Perilaku Hakim”. Sementara aliran realisme Amerika melakukan penyelidikan terhadap hukum yang tumbuh dari perhatian hak-hak dan kewajiban subjek hukum atau dengan kata lain lebih banyak memfokuskan diri pada “gejala hukum” di masyarakat.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...