Asas Hukum (Sebuah Renungan)

Arsip negarahukum.com
Sehimpun perundang-undangan, bertabur banyak ketetapan, dan terdedah sekian putusan pengadilan, asas hukum tidak pernah habis terdendang “merdu” dalam setiap ruang interpertasi oleh para pengemban hukum praktis dan teoritis. Tak ubahnya “cinta” yang menyemai dalam setiap lintas zaman, asas hukum juga hadir dalam kesetiaannya mendampingi kaidah hukum yang selalu beradaptasi dengan kehidupan masyarakat. Mereka yang sudah meninggalkan “asas hukum” karena dianggap metode klasik yang tak sejalan lagi dengan era hukum modern, pertanda dan awal dimulai krisis hukum dalam kebenaran sejatinya.
Hidup tanpa cinta akan terasa hampa, hukum tanpa asas akan menghantarkan semua produknya dalam dekade kematian. Segenap asas hukum yang tertutur dengan lirih, adalah serpihan moral yang berserakan dalam ide dan realitas. Rasionalisme dan empirisme kawin-mawin, sedang menuntaskan “bulan madunya” untuk tiba di penghujung kesimpulan; damai, cinta dan kasih yang berujung bahagia.
Anak-anak terlahir jauh dari ancaman kematian karena faktor keserakahan, mereka kelak menjadi dewasa, tua renta, ajal menjemputnya, mereka aman sentosa dalam gerak dunia dengan perputaran makrokosmos dan mikrokosmosnya. Tertatalah dengan rapih kesatuan masyarakat dalam persekutuannya. Dari individu berkumpul menjadi kelompok, dari kelompok masyarakat berkumpul dalam satu entitas yang bernama negara.
Pada sesungguhnya bukan “hukum” yang memelihara terkumpulnya “cerita kehidupan” ummat manusia itu. Mereka terawat dengan kedamaian, karena asas hukum yang telah melebur dalam kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Demi langgengnya ummat manusia, asas hukum menciptakan “kenyataan” dalam fiksi yang tertangguhkan, janin dalam kandungannya adalah subjek hukum yang tidak “seenaknya” bisa dirampas hayatnya kecuali dengan alasan dua kepentingan yang saling berlawanan, tidak dapat terhindarkan lagi harus diakhiri salah satu kehidupannya.
Asas hukum tidak hanya melekat dan melebur dalam pribadi, setiap orang, tetapi ia mengokoh kuat dalam kesatuan masyarakat sebagai jiwa dan perasaan kerakyatan. Negara terbentuk bukan karena kekuasaan semata, itu hanya pelengkapnya, karena dengan ditunaikannya perasaan kerakyatan itu, sehingga negara hingga saat ini masih eksis bukan di tangan oligark dan aristokrat, tetapi di tangan rakyat itu sendiri.
Semuanya karena asas hukum, perdamaian bisa digantungkan tanpa mengenal lelah. Asas hukum bukan mempertentangkan antara empirisme dengan positivisme. Tidak juga menguatkan salah satu diantara dua sistem hukum yang berpengaruh di dunia. Civil law dan common law adalah rumah teduh dan rumah bersama dari asas hukum. Benar adanya asas hukum adalah moral yang berserakan, karena dia hadir di masyarakat manapun dan di negara manapun. Bahkan tidak berlebihan kalau dikatakan dia sudah ada semenjak adanya kehendak Tuhan menciptakan manusia di muka bumi yang terdeskripsikan secara implisit melalui dialog Tuhan dan para malaikat-Nya.
Diskusi alot mengenai asas hukum mungkin sebagian orang akan mengatakan itu perbincangan di sana, di langit ketujuh. Tak salah penghakiman demikian, karena asas hukum bahkan bisa menggiring pada dunia yang manipulatif hingga ke alam baqa, akhirat, surga dan neraka. Semua orang sudah pada tahu, hukuman yang ditimpakan kepada manusia di muka bumi, Tuhan tidak akan mengadilinya lagi. Asas ne bis in idem rupa-rupanya bukan hanya berlaku di pengadilan dunia, tetapi juga di pengadilan hari akhirat nanti.
Demikianlah asas hukum sebagai pemula dan sekaligus penutup zaman yang akan berakhir bersamaan dengan punahnya ummat manusia. Ia menciptakan aturan dalam keteraturan, mengawasi aturan yang telah diciptakannya, bahkan mengoreksinya jika bertentangan dengan nilai etis dan fondasi moralnya. Pembentuk undang-undang selain menjaga konsitensi kaidah hukum, kepadanya sedang mengemban pula pekerjaan konkretisasi asas hukum yang berwujud “moral abstrak” dalam seperangkat kaidah perilaku (perintah, larangan, izin, dispensasi) sebagai substansi dari sistem hukum.
Dengan melalui asas hukum, tugas seorang hakim bukan hanya melakukan pekerjaan interpretasi atas kaidah hukum, tetapi ia dituntut pula melakukan kontemplasi, sehingga tidak menjadi terompet undang-undang (la bouce de laloi). Bahkan dengan “asas hukum” seorang hakim yang sedang mengadili perkara, sebelum memutuskan hasil akhirnya, ia bisa melepaskan dirinya dari teks undang-undang yang khusus mengatur suatu faktisitas. Suara hatinya akan memberi jawaban terlebih dahulu atas suatu perkara, antara mengabulkan atau menolak, menyatakan seorang bersalah atau tidak bersalah, sebelum mengkonstituirnya dengan aturan yang telah tersedia.
Asas hukum hadir dalam dunia keberadaan, ide, realitas, teks dan konteks. Kumpulan pasal-pasalpun dalam satu perundang-undangan dikategorikan pula sebagai asas hukum dalam arti kaidah perilaku dengan nilai pembeda, pada persoalan gradual saja. Asas hukum mengikuti kaidah hukum, sedangkan kaidah hukum mengikuti perkembangan masyarakat. Sekali lagi, asas hukum ada di awal ada juga di akhir.
Dengan adanya asas hukum tidak akan ada perdebatan lagi antara hukum an sich dengan hukum sebagai socius. Seputar fakta keyakinan yang bersifat istimewa, gejala psikologis yang potensial mempengaruhi seseorang menguraikan keterangan yang sebenar-benarnya, demi independensi dan pencarian kebenaran sejati (beyound reasonal doubt), terciptalah kaidah perilaku yang dipositifkan; larangan seorang menjadi saksi karena adanya ikatan persaudaraan sedarah. Demikian juga seorang hakim yang akan mengadili perkara yang terkait dengan kepentingannya (nemo judex indoneus in propria causa), ada kewajiban dalam sifat imperatif kategoris, mengundurkan diri sebagai wakil Tuhan yang akan memutus sebuah perkara. Lagi-lagi itu karena ulahnya asas hukum.
Asas hukum sekalipun ia merupakan moral abstrak, namun selalu hadir dalam esensi dan eksistensi. Hal itu disebabkan, tindakan yang berlawanan dengan asas bertentangan dengan tujuan yang hakiki (actus repugnus non potest in esse produci). Bahkan dalam keadaan tertentu, karena keraguannya saja seseorang mengenai asas yang mengaturnya, seseorang yang hendak dipersalahkan harus dinyatakan tidak bersalah (in dubio pro libertate).
Asas hukum adalah himpunan norma, kaidah yang berserakan dalam lalu lintas ide dan pergaulan sosial. Asas hukum jika dulunya saya mengibaratkan “jantungnya pisang” kini saya mengibaratkannya lagi dengan “atom,” suatu partikel terkecil dari unsur-unsur hukum yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, makanya kadang ia disebut sebagai norma dasar.
Asas hukum selain banyak berserakan di aturan perundang-undangan, ia hadir juga dalam sekumpulan doktrin para ahli. Ia tersebar dengan begitu banyak pula dari berbagai literatur hukum. Himpunan asas hukum dalam buku ini merupakan jerih payah dari kedua penulisnya mengumpul, bahkan menciptakan asas hukum yang tidak tertemukan dalam literatur, dalam undang-undang, tetapi mereka menemukannya dalam realitas hukum yang bertentangan dengan sifat asali asas hukum; nilai etis, moral, dan hak orisinil “person” sebagai subjek hukum.
Saya menawarkan agar revisi buku ini, bukan lagi berjudul Kumpulan Asas-Asas Hukum, tetapi pilihannya kalau bukan menggunakan judul Kumpulan Asas Hukum, sebaiknya menggunakan judul Asas-Asas Hukum. Sebab dengan kalimat Kumpulan Asas-Asas Hukum, itu bermakna “ganda” (kumpulan berarti banyak, asas-asas juga sudah berarti banyak asas).
Namun di atas segalanya, pilihan yang paling rasional dalam hemat saya, adalah menggunakan judul Kumpulan Asas Hukum. Dengan pertimbangan, jika kelak dikemudian hari buku ini kembali terjejer di rak-rak toko boko, para pembaca dan peminat buku (hukum dasar) langsung terhipnotis, buku ini dipastikan banyak asas hukum yang terdapat di tiap halamannya. Mulai dari asas hukum umum dan asas hukum khusus.
Sekiranya dengan judul tersebut, bisa memiliki daya kerja langsung dipahami para pemburu buku (literatur ilmu hukum), sebagaimana daya kerja langsung (direcht werking) dari asas hukum, menelaah dan menganalisis suatu fakta, peristiwa, dan hukum itu sendiri sebagai kaidah perilaku.
Dengan memiliki buku ini bukan hanya berfaedah dalam memecahkan satu isu hukum, seperti antinomi norma, sebagaimana selama ini dipahami oleh para peneliti dan pengemban hukum praktis hanya itu arena bermain dari asas hukum. Seolah-olah asas hukum hanya dalam regim derogasi. Padahal dengan karakter khasnya asas hukum; umum, abstrak, daya kerja langsung, tidak bersifat semua atau tidak sama sekali, adalah solusi hukum di atas solusi. Asas hukum akan menjadi senjata pamungkas untuk isu hukum, baik karena kekosongan maupun karena kekaburan hukum.
Salam hormat saya, kepada dua penulis ini (Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H. & Muh. Nursal N.S., S,H). Dua guru yang kadang mengacaukan hasil pikiran saya, padahal konklusi yang sering saya kemukakan sudah melalui hasil kontemplasi yang sedikit berbau spekulatif. Buku Kumpulan Asas Hukum ini, bisa dikata generasi emas dari buku yang pernah ditulis oleh Prof. Dr. A. Hamzah, S.H. berjudul “Istilah dan Peribahasa Hukum Latin,” Itulah satu-satunya buku yang menyerupai “Kumpulan Asas Hukum.” Terkumpul banyak asas hukum dalam bahasa latin, kemudian diterjemahkan dalam literasi Indonesia. Selebihnya hanya buku luar negeri yang pernah saya temukan, berupa kumpulan asas hukum pula, yaitu buku dengan judul “ A Complete Collection Legal Maxim” ditulis oleh Hendry Campbell Black. Sudah pasti buku tersebut, kumpulan asas hukum yang dalam bahasa latin dengan translate English.
Kehormatan seorang terpelajar berasal dari buku (debita ab erudito quoque libris reverentia). Semoga dengan buku ini, bukan akhir dari segalanya, terus-menerus mengalami perbaikan. Saya berkeyakinan kedua penulis akan terus melakukan penggalian asas hukum yang tidak akan pernah mengenal kata selesai.
Bukankah asas hukum hanya akan benar-benar mati, ketika masyarakat telah punah semuanya. Senafas dengan itu, hanya kematianlah yang bisa merenggut masa produktifnya orang berkarya. Itulah alegori dan tragedi seorang penulis, karyanya akan tetap hidup, meskipun nama seorang penulis terakhir kali dituliskan oleh orang lain pada sebuah nisan yang kepada-Nya kita semua akan ke sana.
Makassar, 12 Juli 2019
Oleh:
Oleh: Damang Averroes Al-Khawarizmi
Owner negarahukum.com
Note:
Tulisan ini adalah pengantar untuk edisi revisi buku “Kumpulan Asas Hukum,” Cetakan II, yang ditulis oleh Dr. Amir Ilyas S.H., M.H – Muh. Nursal, N.S., S.H.