Struktur Parlemen


Dalam setiap negara, perwakalian parlemen atau dengan  kata lain perwakilan rakyat secara tidak langsung, dikenal tiga prinsip perwakilan yakni representasi politik (political representation), representasi territorial  (territorial representation) dan representasi fungsional (functional representation).

Representasi politik merupakan perwakilan kamar pertama dalam parlemen, biasanya dipilih melalui perwakilan partai politik. Sementara perwakilan teritorial, dipilih berdasarkan perwakilan kedaerahan/ territorial, di negara seperti Amerika, perwakilan territorial  terwakilkan melalui pemilihan senat, dimana kedudukan senat sebagai kamar kedua memiliki kedudukan yang lebih tinggi (upper chamber/ second chamber) dalam pengambilan kebijakan dan penciptaan regulasi di parlemen.

Perwakilan fungsional sendiri diartikan sebagai pengangkatan wakil rakyat, karena keahlian (expert) atau fungsionalisasi yang dimiliki oleh wakil tersebut. Perwakilan fungsional sebagai salah satu bentuk perwakilannya dapat diamati pada The House Of Lord yang diangkat dari perwakilan tuan tanah dan kelas bangsawan.[1]

Berdasarkan tiga prinsip perwakilan yang banyak diterapkan oleh beberapa negara di dunia, pada akhirnya membawa pilhan bagi negara itu menerapkan hanya satu perwakilannya di parlemen yang disebut dengan unikameral (monokameral). Beda halnya, negara yang memiliki perwakilan dua kamar (perwakilan) diparlemen seperti Amerika serikat yang memilki the house of representatives dan the senate,yang mencerminkan prinsip perwakilan politik dan prinsip perwakilan territorial, maka parlemen demikian disebut sebagai parlemen bicameral (dua kamar)


[1] Indonesia di jaman Orde Baru denga keberadaan utusan daerah dan utusan golongan (dari ABRI dan TNI) merupakan perwakilan fungsional. Sekarang, perwakilan yang sama dengan perwakilan fungsional nampak pada afirmatifee policy, keterwakilan perempuan 30 % dalam pencalonan legislatif

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...