Pemberontakan dan Pihak dalam Sengketa atau Belligerent

Menurut hukum perang, pemberontak dapat mem­peroleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam keadaan-keadaan tertentu. Keadaan tertentu ini ditentukan oleh pengakuan pihak ketiga bagi pemberontak atau pihak yang bersengketa.

Pada perkembangan sekarang, adanya pengakuan terhadap status pihak yang bersengketa dalam perang memiliki ciri lain yang khas, yakni pengakuan pihak ketiga terhadap gerakan-gerakan pembebasan, seperti: Gerakan pembebasan Palestine (Palestine Liberator Organisation – PLO)46. Kelainan ini disebabkan karena pengakuan gerakan pembebasan merupakan penjelmaan suatu konsepsi baru yang terutama dianut oleh negara-negara dunia ketiga, yang tentunya didasarkan pada pengertian bahwa bangsa-bangsa dianggap mempunyai beberapa hak asasi, seperti: hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk secara bebas memilih sistem ekonomi, sistem politik, dan sistem sosial sendiri, dan hak untuk menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya.

Ketika ketua PLO Yassir Arafat menghadiri sidang Majelis Umum PBB dalam masa sidang tahun 1974-1975 maka pada saat itu ia diakui sebagai pimpinan gerakan pembebasan Palestine dan dalam prakteknya mulai diperlakukan sebagai kepala negara. Kehadiran ketua PLO dalam sidang Majelis Umum PBB dan pengakuan ketua PLO sebagai kepala negara, sekaligus merupakan pengakuan terhadap gerakan pembebasan Palestine sebagai subyek hukum dalam hukum internasional, sungguhpun hanya mempunyai rakyat dan pemerintahan yang diakui rakyat dan tidak mempunyai wilayah (wilayahnya masih sedang diperjuang-kan hingga sekarang).47

Dalam kaitannya dengan kedudukan kaum pem­berontak sebagai subyek hukum internasional maka konsepsi negara-negara dunia ketiga diatas pada hakikatnya merupakan anti-imperialisme dan kolonialisme. Namun demikian, akan timbul persoalan yang remit setelah penjajahan terhapus di atas bumi dan semua bangsa telah menjelma menjadi negara-negara yang merdeka maka konsepsi ini, walaupun bermaksud baik, bisa menimbulkan pengaruh atau persoalan yang mengganggu stabilitas masyarakat internasional karena dapat dipakai oleh golongan-golongan kecil di dalam satu negara yang belum tentu mempunyai alasan-alasan yang sah untuk melakukan gerakan-gerakan.

Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H.

Lahir di Bulukumba 2 Juli 1955, Menamatkan S1, S2 dan Program Doktor PPS Unhas 2003- 2008. Adalah Professor Hukum yang suka Sastra terbukti sudah tiga novel yang telah terbit dari buah tangannya: “Putri Bawakaraeng” (Novel) Lephas Unhas 2003; “Pelarian” (Novel) Yayasan Pena (1999); “Perang Bugis Makassar, (Novel) Penerbit Kompas (2011). Selain sebagai Staf Pengajar pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas, Golongan IV B, 1998 hingga sekarang, juga menjabat sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas; Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Makassar 1990-2003; Dosen Luar Biasa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unhas untuk mata kuliah Politik dan Kebijaksanaan Luar Negeri Cina serta Hukum Internasional 2002 – sekarang. Beberapa buku yang telah dipublikasikan antara lain “Sengketa Asia Timur” Lephas-Unhas 2000. Tulisannya juga dapat ditemui dalam beberapa Harian: Pedoman Rakyat (kolumnis masalah-masalah internasional), pernah dimuat tulisannya di Harian: Fajar dan Kompas semenjak mahasiswa; menulis pada beberapa jurnal diantaranya Amannagappa, Jurisdictionary dan Jurnal Ilmiah Nasional Prisma. Kegiatan lain diantaranya: narasumber diberbagai kesempatan internasional dan nasional, Narasumber Pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) Jakarta 1987; Narasumber pada Overseas Study On Comparative Culture And Government Tokyo (Jepang) 1994; Shourt Course Hubungan Internasional PAU Universitas Gajah Mada Yogayakarta 1990; Seminar Hukum Internasional Publik Universitas Padjajaran Bandung 1992; Seminar Hukum dan Hubungan Internasional Departemen Luar Negeri RI Jakarta 2004. Juga pernah melakukan penelitian pada berbagai kesempatan antara lain: Penelitian Tentang Masalah Pelintas Batas Di Wilayah Perairan Perbatasan Indonesia-Australia Di Pantai Utara Australia dan Kepualauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara Tahun 1989; Penelitian Tentang Masalah Alur Selat Makassar dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional Indonesia. Gelar guru besar dalam Bidang Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah dipertahankan Di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin “Perang Makassar (Studi Modern Awal Kebiasaan dalam Hukum Perang)” pada hari Selasa 2 November 2010 (Makassar).

You may also like...