Jaksa Agung Cita Rasa Parpol

Dalam kacamata hukum, tidak ada satupun yang mengkualifisir Jaksa Agung Prasetyo ‘cacat persyaratan” dalam penunjukannya oleh Presiden Jokowi. Namun menyayangkan tindakan tersebut, dengan mendaulat Jaksa Agung dari kalangan Parpol adalah tidak berlebihan, dan pantas dipermaklumkan. Oleh karena posisi Jaksa Agung merupakan jabatan strategis yang memegang kunci berhasil/tidaknya, estafet penegakan hukum ke depannya.

Masih teringat kita, kalau sejarah lahirnya KPK (baca pula: Bubarkan KPK, Melawan Rakyat)  tidak lain disebabkan kinerja kejaksaan yang mengalami degradasi kepercayaan publik, atas kinerjanya yang demikian buruk dalam penanganan kasus-kasus besar (seperti korupsi). Olehnya itu, mengembalikan ekspektasi publik agar kejaksaan dapat berkoordinasi dengan KPK, tampaknya akan menemui hambatan.

Hambatan itu semakin menemui “tuah-nya” berdasarkan kasus yang banyak ditangani oleh KPK dari kasus-kasus yang melibatkan kader Partai Politik. Logikanya, bagaimana mungkin Jaksa Agung melepaskan “tendensi politik” kepartaian, terhadap kasus yang melibatkan Partai Politik sementara dirinya sendiri memiliki “utang budi” dari Partai Politik.

Kondisi demikian semain runyam dan sulit bagi Jaksa Agung sebagai pimpinan dari seluruh jajarannya, untuk berkoordinasi dengan KPK. Kalau misalnya yang tersangkut korupsi adalah pelaku yang dimana Jaksa Agung tersebut berasal dari partai politik yang sama, termasuk dari sesama koalisi partai.

Dalam hal tertentu, Jaksa Agung (cita rasa Parpol) rawan pula untuk menggunakan kekuasaannya. Dengan serta merta mendahulukan kasus-kasus yang melibatkan kader partai oposisi. Akibatnya, esensi penegakan hukum jauh dari prinsip keadilan proporsional. (Baca Pula: Pembaharuan Hukum)

Jaksa Agung Prasetyo

Sumber Gambar: merdeka.com

PR Prasetyo

Masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang menanti Jaksa Agung Prasetyo, terutama penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah lama mengendap serta tidak ada kemajuan berarti. Diantaranya: peristiwa Trisakti, peristiwa Lampung, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa Semanggi, pembantaian Santa Cruz, pelanggaran hak asasi di Aceh dan Papua, kasus Marsinah, dan kasus Munir. Semua kasus tersebut begitu banyak menyisakan kepiluan dan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Tentunya, keluarga-keluarga tersebut; mereka pada berharap dari keseriusan Jaksa Agung untuk menuntaskannya.

Terakhir, tak boleh luput pula dari perhatian Jaksa Agung, yakni cerita yang sudah menyebar kemana-mana, bahkan sudah menjadi rahasia umum, kalau di lingkungan Kejaksaan merupakan tempat bercokolnya para mafia kasus. Di sanalah katanya segala perkara begitu gampang dipermainkan oleh oknum-oknum Jaksa, membarter pasal-pasal ringan untuk orang yang akan didakwa,——“kalau mereka dapat dibayar mahal, bukan mustahil akan membuat tuntutan ringan bagi terdakwa”. Inilah hebatnya beberapa oknum Jaksa Penuntut Umum, bisa dikatakan jauh lebih rawan “sogokan” dbandingkan Hakim di pengadilan. Oleh karena Hakim di pengadilan, hanya dapat menuntut seseorang, tergantung pasal tuntutan (dakwaan) Jaksa.

Kini hanya waktu saja yang dapat menjungkirbalikan ataukah dapat menutup mulut beberapa pihak yang menaruh besar kecurigaan akan kinerja Jaksa Agung Prasetyo. Kalau dibalik kewenangan Prasetyo mampu menegakan hukum secara equal atas semua perkara korupsi (tanpa memandang pelakunya dari kader partai mana; jika ada perkara demikian); menuntaskan semua kasus-kasus HAM yang telah lama terkatung-katung; dan menyapu bersih semua oknum Jaksa “mafia kasus”. Yakin saja, ekspektasi publik selanjutnya akan melupakan kalau Jaksa Agung Prasetyo adalah pesanan partai NasDem.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...