Pengakuan Pemerintah Baru

Pengakuan pemerintah ialah suatu pernyataan dari suatu negara, bahwa negara tersebut telah siap dan bersedia mengadakan hubungan dengan pemerintahan yang baru diakui sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama negaranya. Pengakuan pemerintah ini penting, karena suatu negara tidak mungkin mengadakan hubungan resmi dengan negara lain yang tidak mengakui pemerintahannya. Akan tetapi secara logika pengakuan terhadap suatu negara juga berarti pengakuan terhadap pemerintah negaranya.

Akan tetapi berbagai peristiwa dapat terjadi dengan pemerintah didalam negara jika negara itu suatu kerajaan, maka Raja yang memerintah suatu waktu meninggal dunia dan diganti oleh putra mahkota. Dalam hal negara itu republik, maka presidennya dapat diganti karena meninggal dunia dalam jabatan atau karena habis masa jabatannya. Demikian pula dengan negara yang menganut asas demokrasi parlementer dengan pemerintah yang dikepalai oleh seorang Perdana Menteri, pemerintah itu dari waktu ke waktu dapat berganti.

Oppenheim-Lauterpachberpendapat, bahwa dalam hal pergantian kepala negara dari sebuah negara, apakah ia seorang Raja atau Presiden, maka biasanya negara-negara diberitahu tentang penggantian itu dan umumnya negara lain mengakui Kepala Negara baru itu melalui suatu tindakan resmi, misalnya berupa ucapan selamat pemberitahuan dan pengakuan itu sebuah arti hukum, sebab dengan pemberian itu sebuah negara mengumumkan, bahwa individu yang bersangkutan adalah organ-organnya yang tertinggi dan berdasarkan hukum nasionalnya mempunyai kekuasaan untuk mewakili negaranya dengan keseluruhan, hubungan internasionalnya dan sebagai imbangannya dengan adanya pengakuan dari negara-negara lain yang menyatakan bahwa mereka bersedia berunding dengan individu itu sebagai organ tertinggi dari negaranya.

Dalam praktek, kalau Kepala Negara Baru mendapat kedudukannya dengan cara normal dan konstitusional, maka pengakuan itu diberikan sebagai suatu hal yang lumrah.

Penggantian Kepala Negara sebenarnya adalah urusan intern dari negara yang bersangkutan. Pemberitahuan kepada negara-negara lain boleh dianggap suatu formalitas belaka, suatu “Courtesy” dalam kehidupan internasional dan pengakuan seperti itu bukan pengakuan dalam arti hukum. Jika dalam suatu negara berlaku sistem demokrasi parle­menter dimana kepala pemerintah adalah seorang Perdana Menteri, apabila pergantian pemerintah terjadi secara konstitusional, maka praktek menunjukkan bahwa tidak timbul pengakuan Perdana Menteri baru oleh negara-negara lainnya. Sebagai contoh konkrit misalnya, pemerintah buruh yang berkuasa di Inggris dikalahkan dalam pemilihan umum oleh partai konservatif dan terbentuklah pemerintah baru dibawah seorang Perdana Menteri Konservatif, maka pemerintah yang baru ini sama sekali tidak memerlukan pengakuan dari manapun juga.

Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa setiap penggantian pemerintah yang terjadi secara normal dan konstitusional, menurut hukum internasional tidak memerlukan pengakuan bagi pemerintah baru itu.

Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H.

Lahir di Bulukumba 2 Juli 1955, Menamatkan S1, S2 dan Program Doktor PPS Unhas 2003- 2008. Adalah Professor Hukum yang suka Sastra terbukti sudah tiga novel yang telah terbit dari buah tangannya: “Putri Bawakaraeng” (Novel) Lephas Unhas 2003; “Pelarian” (Novel) Yayasan Pena (1999); “Perang Bugis Makassar, (Novel) Penerbit Kompas (2011). Selain sebagai Staf Pengajar pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas, Golongan IV B, 1998 hingga sekarang, juga menjabat sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas; Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Makassar 1990-2003; Dosen Luar Biasa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unhas untuk mata kuliah Politik dan Kebijaksanaan Luar Negeri Cina serta Hukum Internasional 2002 – sekarang. Beberapa buku yang telah dipublikasikan antara lain “Sengketa Asia Timur” Lephas-Unhas 2000. Tulisannya juga dapat ditemui dalam beberapa Harian: Pedoman Rakyat (kolumnis masalah-masalah internasional), pernah dimuat tulisannya di Harian: Fajar dan Kompas semenjak mahasiswa; menulis pada beberapa jurnal diantaranya Amannagappa, Jurisdictionary dan Jurnal Ilmiah Nasional Prisma. Kegiatan lain diantaranya: narasumber diberbagai kesempatan internasional dan nasional, Narasumber Pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) Jakarta 1987; Narasumber pada Overseas Study On Comparative Culture And Government Tokyo (Jepang) 1994; Shourt Course Hubungan Internasional PAU Universitas Gajah Mada Yogayakarta 1990; Seminar Hukum Internasional Publik Universitas Padjajaran Bandung 1992; Seminar Hukum dan Hubungan Internasional Departemen Luar Negeri RI Jakarta 2004. Juga pernah melakukan penelitian pada berbagai kesempatan antara lain: Penelitian Tentang Masalah Pelintas Batas Di Wilayah Perairan Perbatasan Indonesia-Australia Di Pantai Utara Australia dan Kepualauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara Tahun 1989; Penelitian Tentang Masalah Alur Selat Makassar dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional Indonesia. Gelar guru besar dalam Bidang Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah dipertahankan Di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin “Perang Makassar (Studi Modern Awal Kebiasaan dalam Hukum Perang)” pada hari Selasa 2 November 2010 (Makassar).

You may also like...