Partai Demokrat Dukun(g) Perppu Pilkada

Pasca Munas IX Partai  Golkar versi ARB (Aburizal Bakrie) yang diselenggarakan di Nusa dua Bali, gonjang-ganjing Perppu Pilkada kembali menjadi sorotan publik. Penyebabnya, sudah pasti tidak dapat dilepaskan dari sikap Partai Golkar, sebagai pemegang kursi parlemen terbanyak kedua (setelah PDIP) yang bergabung dalam kubu KMP (Koalisi Merah Putih). Bahwa berdasarkan hasil munas partai beringin itu, lebih awal sudah menentukan sikap: untuk menolak Perppu Pilkada.

Ternyata hasil keputusan munas Partai Golkar “memantik” sejumlah elit politisi Partai Demokrat, bahkan sampai melibatkan Ketua Umumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), agar segera menjalin komunikasi dengan KIH (Koalisi Indonesa Hebat), termasuk melobi PAN agar kiranya berjalan seiring dengan Partai Demokrat, guna “menggolkan” Perppu Pilkada. Yang memang nyata-nyata Perppu tersebut adalah buah tangan SBY  seindiri di akhir kekuasaannya.

Dibalik keseriusan Partai Demokrat, konon dengan dalih memperjuangkan aspirasi rakyat, sehingga harus meloloskan Perppu Pilkada. Tersimpul sebuah peristiwa, kemudian menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Partai Demokrat memang benar-benar menjadi pendukung Perppu Pilkada? Ataukah kembali hendak bersandiwara lagi? Di awal mengatakan mendukung, tetapi di babak penentu malah selalu memutar haluan untuk cari selamat.

Dalam hemat penulis,  supaya kepercayaan itu tidak diberikan seluruhnya terhadap Partai  Demokrat, hingga menimbulkan kekecewaan berlebihan nantinya. Lebih pantas kiranya jika dikatakan “Partai  Demokrat, kini melakonkan dirinya sebagai “dukun” Perppu Pilkada.

Perppu Pilkada

Sumber Gambar: inilah.com

Dukun(g) Perppu

Fenomena menjamurnya peran dukun atau paranormal, memang lebih banyak ditemukan dalam masa kampanye Pileg dan kampanye Pilkada.

Di kalangan Bugis-Makassar sudah menjadi rahasia umum, kebanyakan calon anggota DPRD dan Calon Kepala Daerah seringkali menggunakan kekuatan dukun, dengan iming-iming mulus semua perjalanannya meraih kekuasaan. Ada yang mendapat jumpi-jumpi dari sang dukun, ada yang menggunakan tongkat, cincin batu, hingga menggunakan kalung sakti, dengan tujuan menolak segala bala (bencana) atas dirinya dari jurang kekalahan.

Namun untuk konteks ini, Partai Demokrat bukan menggunakan dukun. Tetapi dalam sekawanan elit, hingga pucuk pimpinan Ketua Umum, telah menggunakan cara-cara jitu, bak ala “mba dukun” untuk melampiaskan segala hasratnya.

Dalam hal tertentu seorang dukun, dengan segala kekuatan daya magisnya dapat menerawang ke alam tak kasat mata. Tidak hanya memiliki kemampuan untuk menolak bala (bencana), tetapi juga sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana. Singkatnya, kalau dukun dapat bertindak sebagai pengobat laksana dokter, juga dapat mendatangkan penyakit. Nah… kerja ala mba dukun nampaknya kongruen, dengan apa yang dilakonkan para elit Partai Demokrat sepanjang 2014 ini.

Mari kita cermati dari awal, bukankah yang menyebabkan lahirnya Perppu Pilkada adalah Partai Demokrat sendiri yang digawangi oleh Ketua Umumnya (SBY), yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI? Mulai dari pengajuan draf RUU Pilkada (tak langsung) yang inisiatifnya datang dari kemauan SBY, kemudian seluruh anggota fraksi Demokrat di paripurna pembahasan RUU Pilkada, pun walk out, agar RUU Pilkada tak langsung dengan mulus dapat menjadi UU.

Kalau sudah begini jadinya, tak pelak dan tak salah untuk mengatakan Partai Demokrat telah bertindak sebagai dukun (bukan pendukung Pilkada langsung), karena justru “mala petaka” demokrasi datang atas segala kekuatannya, hingga demokrasi mati terkubur di Senayan.

Bahkan betapa hebatnya Partai Demokrat, dengan segala kekuatan adidayanya, melebihi dari kapasitas seorang dukun. SBY yang sudah membunuh demokrasi secara perlahan, lalu bertindak bagai manusia yang memiliki kelebihan luar biasa, seolah “Nabi Isa” yang diberikan “mujizat” dapat meniupkan kembali nafas kehidupan. Dengan meniupkan “roh” semacam “Perppu” agar kita dapat kembali kepada sistem Pilkada langsung. Biar demokrasi kembali bisa bernyawa. Itupun dengan “roh kehidupan” yang bernama Perppu Pilkada “nasib kehidupan” Pilkada langsung juga belum menentu.

Sandiwara Politik

Seorang yang berprofesi sebagai dukun, di hadapan pasiennya bisa berlagak akan sangat membantu, akan sangat mengutamakan tolong-menolong. Namun dibalik hasratnya yang tersembunyi, justru akan berbuat sebaliknya; yakni mencelakakan pasiennya. Tergantung siapa yang dapat membayarnya lebih tinggi, pasti oknum bersangkutan yang lebih diutamakan. Artinya, kerja mba dukun pun tak dapat dilepaskan dari arena sandiwara; seolah merasa iba di hadapan orang yang begitu amat membutuhkannya, tapi di lain waktu malah tak peduli.

Maka dari itu, kalau hari ini Partai Demokrat begitu geger, kecewa, merasa ditipu oleh teman sehaluannya (KMP), dan “pura-pura” menjalin persahabatan dengan KIH. Patut dimaknai kalau kerja-kerja yang demikian adalah kerja ala mba dukun. Yang pura-pura turut berperan ikut membantu, tetapi di lain waktu justru menjadi musuh dalam selimut, dan akan menimbulkan celaka. Lagi-lagi Partai Demokrat memang “pintar” memainkan sandiwara politik.

Siapa pula yang bisa memberi jaminan, kalau esok lusa, tawaran KMP, terutama dari partai Golkar dan Gerindra, jika beberapa kader Partai Demokrat di daerah dijanji, juga akan mendapat jatah kekuasaan Kepala Daerah, jika mau sepakat untuk menolak Perppu Pilkada?

Inlilah puncak dari peran Partai Demokrat yang katanya sebagai penyeimbang, tetapi malah selalu beselancar, bermanuver, bermain zig-zag, dalam  dua kekuatan untuk mewujudkan hasrat kuasanya.

Partai Demokrat memang pantas dinobatkan sebagai dukun Perppu Pilkada, karena telah sempurna segala tindak-tanduknya, baik di saat memegang tampuk kekuasaan, maupun setelah melepaskan kursi kekuasaan. Dan kini memilih untuk berada di kursi penyeimbang, walau kadang selalu mengambang. (*)

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...