Sikap Fraksi Terbelah, Amandemen Konstitusi Bakal Sulit Disepakati

Sumber Gambar: proklamator.id

Usulan amendemen konstitusi diperkirakan bakal menghadapi jalan terjal karena sampai saat ini sikap fraksi-fraksi di MPR mengenai bentuk hukum Pokok-pokok Haluan Negara masih terbelah. Selain itu, belum ada satu pun fraksi yang secara resmi mengusulkan amendemen konstitusi.

Padahal, rencana amendemen konstitusi baru bisa dibahas jika ada usulan dari satu pertiga anggota MPR. Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) juga masih dikaji oleh Badan Kajian MPR dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR. Menurut rencana, hasil kajian itu akan diserahkan kepada pimpinan MPR, April 2022.

Sebelumnya, penolakan amendemen konstitusi dalam waktu dekat ini disampaikan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pada Selasa (22/3/2022), Ketua Fraksi Gerindra di MPR Sugiono juga menyatakan sepakat dengan pandangan fraksi-fraksi lain untuk tidak melakukan amendemen. Kalaupun melakukan amendemen, sejak awal harus dipastikan amendemen itu hanya untuk memasukkan PPHN.

Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid pesimististis akan tercapai kata sepakat dalam upaya memasukkan PPHN melalui amendemen konstitusi. Selain karena sikap fraksi-fraksi masih terbelah, masyarakat juga terlihat tidak merespons antusias isu amendemen konstitusi untuk memasukkan PPHN.

“Sebaiknya untuk amendemen konstitusi tidak dilakukan dengan voting atau pengambilan suara terbanyak, melainkan dengan kesepakatan. Untuk PPHN, saya agak sedikit pesimistis karena kelihatannya belum ada kesepakatan atau sulit diambil kesepakatan secara bulat,” katanya, Rabu (23/3/2022) di Jakarta.

Ada dua pemikiran yang berkembang di antara fraksi-fraksi. Pertama, PPHN diatur cukup melalui undang-undang (UU). Kedua, PPHN diatur melalui ketetapan (tap) MPR, yang berarti memerlukan amendemen terbatas konstitusi pada pasal yang menyangkut kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN.

Sampai hari ini, belum ada kesepakatan di antara fraksi-fraksi, dan belum ada yang mengajukan usulan amendemen konstitusi. Namun, pada prinsipnya semua fraksi sepakat perlunya PPHN sebagai batu penjuru dalam pembangunan nasional jangka panjang. Hanya saja, untuk bentuk hukumnya belum disepakati.

PKB mendukung agar PPHN itu dilakukan melalui amendemen konstitusi. Sebab, jika hanya diatur melalui UU atau Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) seperti saat ini, arah pembangunan nasional itu rentan diubah dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), atau revisi UU. “Kalau diatur di konstitusi, perubahannya akan agak sulit karena melalui mekanisme tertentu yang tidak mudah,” katanya.

Selain itu, amendemen konstitusi juga memerlukan dukungan rakyat. Tanpa dukungan rakyat, amendemen tidak akan bisa direalisasikan.

Amendemen konstitusi juga dikhawatirkan menjadi sarana bagi perubahan pasal-pasal lainnya, termasuk yang menyangkut periodesasi masa jabatan presiden ataupun penundaan pemilu. Terkait hal ini, Jazilul mengatakan, sebelum ada wacana itu, rencana amendemen konstitusi memang sudah dibahas oleh MPR.

Pembahasan PPHN adalah rekomendasi dari MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019. Sebagai respons atas rekomendasi tersebut, MPR 2019-2024 memutuskan untuk melakukan kajian dan sosialisasi kepada masyarakat. Kajian saat ini masih berjalan, tetapi untuk sosialisasi agak tersendat karena pandemi.

Namun, Jazilul mengakui publik tidak menanggapi isu amendemen konstitusi ini dengan antusias. ”Melihat respons publik yang adem ayem begini, ya tentu semangat melakukan amendemen berkurang. Apalagi ada yang mencurigai PPHN ini dijadikan tumpangan bagi masuknya perubahan pasal-pasal lain,” kata Wakil Ketua Umum PKB ini.

Mengenai wacana penundaan pemilu, PKB tidak akan memaksakannya masuk ke dalam agenda amendemen konstitusi. ”Kami melihat perkembangannya nanti seperti apa, memungkinkan atau tidak. PKB mendahulukan kebersamaan, kok, tidak ngotot-ngototan. Usul rasional saja dan berbasis pada kebersamaan. Sebab, kalau amendemen konstitusi itu lebih bagus diputuskan melalui kesepakatan bersama,” katanya.

*Pertimbangan politik*

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, wacana amendemen konstitusi ini dikhawatirkan akan ditumpangi dengan perubahan pasal lain karena aspek politik praktis yang dijadikan tolok ukur dalam melihat wacana ini. PPHN sendiri dinilai diperlukan untuk menjadi pemandu bagi pembangunan nasional. Kajian serius yang melibatkan akademisi juga dilakukan oleh Badan Kajian MPR dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR.

Bambang menilai, sebaiknya PPHN itu diatur melalui tap MPR sehingga diperlukan perubahan terbatas terhadap UUD 1945 sepanjang mneyangkut kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN itu. ”Kalau hanya diatur di dalam UU, siapa nantinya yang bisa menjamin program pembangunan nasional berlanjut, misalnya pemindahan IKN. Kalau hanya dalam bentuk UU, kan, bisa ditorpedo dengan perppu,” katanya.

Setelah kajian PPHN diterima oleh pimpinan MPR, lanjut Bambang, pihaknya akan meminta pendapat dari pimpinan-pimpinan partai politik dan DPD mengenai hasil kajian itu. Apakah PPHN diatur melalui UU atau Tap MPR, menurut Wakil Ketua Umum Golkar itu, akan bergantung pada dinamika politik yang berkembang, dan bagaimana sikap partai-partai dan DPD.

Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Andalas, Khairul Fahmi, mengatakan, berkaca pada amendemen konstitusi pada 1999-2002, semua materi pembahasannya disetujui melalui kesepakatan bersama, tidak melalui voting. Musyawarah mufakat atau kesepakatan bersama elemen politik menjadi fondasi kuat dilakukannya amendemen konstitusi.

Melihat sampai saat ini belum adanya kesepakatan politik tentang perlu tidaknya amendemen konstitusi, menurut Fahmi, sebaiknya amendemen tidak dipaksakan untuk diagendakan. ”Dikhawatirkan nanti tidak jelas arah perubahan yang diinginkan, sementara perubahan konstitusi itu memerlukan usulan yang jelas dan ruang lingkup perubahan yang jelas,” katanya.

Kedua, dari sisi politik, situasi saat ini tidak kondusif atau memadai untuk dilakukan amendemen konstitusi. Sebab, menurut Fahmi, perubahan konstitusi yang dimulai saat era reformasi memiliki semangat penguatan sistem presidensial, pembatasan kekuasaan, penegasan prinsip negara hukum, dan kedaulatan rakyat. Akan tetapi, pada saat ini kecenderungan politiknya bergerak ke arah pendulum yang lebih otoriter.

”Sistem presidensial punya kecenderungan bergerak ke pendulum otoriter ataukah pendulum pemerintahan terbelah. Sekarang lebih mengarah ke otoriter sehingga ketika dilakukan amendemen konstitusi dikhawatirkan konstitusi yang dihasilkan hanya untuk memperkuat kecenderungan itu. Sementara kecenderungan itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan semangat reformasi. Jangan sampai kita setback (mundur),” kata Fahmi.

 

Oleh:

RINI KUSTIASIH

Wartawan Kompas

KOMPAS, 23 Maret 2022

Sumber : https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/03/23/sikap-fraksi-terbelah-amendemen-konstitusi-bakal-sulit-disepakati

You may also like...