Nazaruddin dan Tuntutan Jaksa KPK

Persidangan dengan Terdakwa M. Nazaruddin telah hampir usai. Persidangan kasus korupsi yang paling banyak menyita perhatian banyak kalangan. Bukan karena Terdakwa merupakan mantan bendahara partai Demokrat. Akan tetapi, karena Terdakwa memiliki suara merdu pada saat “bernyanyi”.

M. Nazaruddin merupakan artisnya korupsi. Sepanjang lawatannya di luar negeri (baca: buronan), Terdakwa selalu menjadi sorotan media. Di persembunyian artis korupsi ini,  bernyanyi soal keterlibatan banyak pihak dalam kasus-kasus korupsi di tanah air.

Mantan Bendahara partai Demokrat, pulang dari luar negeripun harus dijemput. Setelah buron selama 3 bulan, M. Nazaruddin akhirnya tertangkap di Kolombia. Menggunakan pesawat khusus dan pengawalan ekstra ketat, M. Nazaruddin bagaikan Presiden kembali dari kunjungan kenegaraan. Sesampai di tanah air, M. Nazaruddin langsung menyapa Presiden lewat surat dan penyataannya di media. M. Nazaruddin meminta tolong agar SBY tidak mengganggu istrinya. Suatu pernyataan yang kontroversial serta multitafsir.

M. Nazaruddin kini di meja hijaukan. Terdakwa M. Nazaruddin didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Terdakwa diduga menerima suap berupa cek senilai Rp 4,6 Miliar. Terkait pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet. Tentunya lewat pengadilan, nyanyian M. Nazaruddin selama ini harus dibuktikan kebenarannya (beyound reasonal doubt).

 Tuntutan Jaksa “setengah hati”

Jaksa merupakan pengacara negara dalam hukum acara pidana di Indonesia (hukum pidana formil). Jaksa berwenang melakukan penututan terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana. Selain Jaksa memiliki kewenangan dalam melakukan penuntutan, jaksa juga berwenang untuk mengenyampingkan perkara pidana (asas oportunitas). Masih hangat diingatan kita, ketika perkara Bibit-Chandra harus dikesampingkan demi kepentingan umum (deponeering).

Senin 02/04/2012 kemarin, Pengadilan Tipikor mengagendakan pembacaan tuntutan kepada Terdakwa M. Nazaruddin. Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Terdakwa M. Nazaruddin telah melakukan tindak pidana korupsi. Jaksa KPK menjerat Terdakwa dengan dakwaan berlapis yaitu dakwaan kesatu Pasal 12 huruf b UU Tipikor, dakwaan kedua Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor, dan dakwaan ketiga Pasal 11 UU Tipikor.

Jaksa KPK sebagai pihak yang melakukan penuntutan, haruslah membuktikan isi dakwaannya. Unsur-unsur pasal yang dibuktikan, baik unsur pembuat (dader) maupun unsur perbuatan (feit). Apabila unsur-unsur pasal yang didakwakan terbukti, maka hakim menyatakan Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana (putusan pemidanaan). Sebaliknya bila tidak terbukti, maka hakim haruslah menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) kepada Terdakwa.

Jaksa KPK dalam membuktikan dakwaannya kepada Terdakwa M. Nazaruddin, telah mendatangkan saksi-saksi di muka sidang. Saksi-saksi yang didatangkan Jaksa KPK untuk didengarkan keterangannya di pengadilan Tipikor diantaranya saksi Mindo Rosalina Manulang (saksi charge) dan saksi dari penyidik Noval (saksi verbalism).

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi (saksi charge dan ade charge) di muka sidang Tipikor. Serta mendengarkan keterangan Terdakwa M. Nazaruddin. Pihak Jaksa KPK telah sampai pada penuntutan. Jaksa KPK menuntut Terdakwa M. Nazaruddin 7 tahun penjara dan denda 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tuntutan Jaksa KPK terhadap Terdakwa M. Nazaruddin bagai tuntutan yang “setengah hati”. Hal tersebut disebabkan Jaksa KPK (baca: Anang Supriyatna) menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu, yaitu melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor.

Bila melihat Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan  UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ancaman hukuman paling singkat 4 tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara. Artinya Jaksa KPK bisa memilih lamanya pidana penjara dari paling singkat sampai paling lama.

Tuntutan Jaksa KPK yang rendah (baca: 7 tahun penjara), berimplikasi terhadap putusan Hakim Tipikor. Terdakwa yang dituntut 7 tahun penjara biasanya diputus oleh Hakim 4 tahun penjara. Hal tersebut didasarkan pada hitungan-hitungan Jaksa dalam membuat tuntutan (requisitoir). Padahal bila KPK memang memiliki niatan untuk memberantas kasus korupsi di tanah air. Maka harusnya Jaksa KPK menuntut Terdakwa M. Nazaruddin dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...