Syarat Sahnya Ketetapan

Sebagaimana saya telah kemukakan pada pertemuan sebelumnya, untuk sahnya ketetapan  Philipus M.. Hadjon pernah mengemukakan sahnya ketetapan adalah didasarkan pada berwenangnya pejabat itu untuk membuat ketetapan dan tidak adanya cacat yuridis terhadap ketetapan tersebut.

Kadangkala dalam suatu ketetapan memiliki kekaburan atau ketetapan tersebut samar-samar. Oleh karena itu untuk membuktikan berwenangnya pejabat dalam mengeluarkan ketetapan dapat diuji melalui tiga indikator. Diantaranya:

  1. Uji Ratio temporalis yakni materi yang dianut dalam ketetapan bukan pejabat tersebut yang berwenang tapi pejabat yang lain. Misalnya kewenangan untuk melakukan penyelidikan oleh Polisi dan Jaksa dalam kasus penyelidikan.
  2. Uji Ratio locus yakni tidak berlakunya ketetapan karena hal itu berkaitan dengan tempat misalnya kewenangan pemerintah pusat kemudian dia menjalankannya di Makassar, penentuan wilayah perbatasan yang melahirkan ketetapan maka harus dikeluarkan oleh Walikota.
  3. Ratio temporalis, terjadi dalam hal terjadinya pergantian antar pejabat.

Kemudian yang kedua adalah tidak terjadi cacat yuridis maka ketetapan tersebut dapat dinyatakan sah. Cacat yuridis terjadi akerana adanya tindakan (cacat kehendak) seperti salah kira, paksaan dan tipuan.

Adanya salah kira terjadi karena ketetapan yang dilahirkan akibat adanya organ yang salah-sungguh, yang lain dari yang seharusnya (ketetapan yang batal karena salah kira sungguh-sungguh). Misalnya mengangkat pegawai yang kecakapannya sangat dibutuhkan, maka keluar keputusan dimana Dosen yang ingin diangkat adalah Hukum Internasional dalam hal yang sama namun Dosen yang diangkat itu adalah kompetensinya Hukum Islam.

Tidak sungguh-sunguh sebetulnya salah gugat sudah terpenuhi tapi ada kesalahan. Dimisalkan, begini; permohonan perizinan Bosowa untuk mengeluarakan Taksi sebanyak 100 unit, kemudian yang keluar lebih rendah atau lebih tinggi.

Ketetapan ini sah sampai ada keberatan dan permohonan kembali untuk ditinjau tapi dapat dibatalkan kemudian.

Cacat yuridisnya ketetapan selanjutnya adalah karena terjadi paksaan (dwang), suatu ketetapan yang lahir karena tidak sesuai dengan kehendak yang mengeluarkan ketetapan karena adanya pengaruh dari luar. Adanya paksaan ini terjadi, boleh jadi disebabkan  kondisi:

  1. Luar biasa/ keras: tidak ada kehendak sama sekali. Misalnya diminta untuk menandatangani oleh Pejabat dengan dipegang tangannya.
  2. Biasa yaitu mengeluarkan ketetapan itu ada kehendak orang lain. Misalnya  ditodong pistol untuk meminta tanda tangan.

Terakhir, terjadinya cacat yuridis adalah disebabkan adanya unsur penipuan (bedrog) yaitu ada suatu tipu muslihat, ada serangkain kata bohong yang menyebabkan melakukan perbuatan lain hal.

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...