Sejarah Singkat Psikologi Hukum
Perkembangan ilmu pengetahuan modern sejak renaisans, tidak hanya disambut baik oleh rasionalisme melainkan juga pengetahuan yang harus bersumber dari pengalaman (empeiria). Dengan pendirian dasar itu, pandangan mereka disebut empirisme. Seperti halnya rasionalisme, empirisme berusaha membebaskan diri dari bentuk spekulasi spiritual yang menandai metafisika tradisional. Lama kelamaan aliran empirisme mempelopori kelahiran ilmu-ilmu kemanusiaan modern yang didasarkan pada observasi empiris yaitu psikologi.
Ilmu jiwa yang melahirkan psikologi, berabad-abad yang lalu sebenarnya manusia telah memikirkan tentang hakikat dari jiwa manusia dan jiwa makhluk hidup lainnya. Pikiran itu semula bersifat filsafat dalam arti terutama mencari pengetahuan mengenai dasar-dasar dan hakikat jiwa manusia. Corak pemikiran filsafat waktu itu atomistis, artinya jiwa manusia masih dianggap sebagai sesuatu yang konstan dan tidak berubah, dapat dianalisa ke dalam unsur-unsur tersendiri yang bekerja terpisah antara unsur-unsur itu.
Pandangan atomistis terlihat dari hasil pemikiran sejak filsuf Plato kurang lebih 400 tahun sebelum Masehi sampai pertengahan abad XIX. Mereka memandang ilmu jiwa merupakan cabang dari ilmu filsafat. sejak lahirnya experimental psycology pada abad XIX yang bukan saja berfilsafat mengenai gejala-gejala kejiwaan melainkan juga mencantumkan secara umum dengan menggunakan metode ilmiah yang substantif mungkin, maka lambat laun lahirlah psikologi isu.
Psikolog experimental pada tahun 1875, Wilhelm Wunt terdorong oleh keyakinan bahwa gejala-gejala kejiwaan itu mempunyai sifat dan dalil-dalil yang khas dan yang harus diteliti oleh sarjana illmu jiwa secara khas. Wilhelm Wunt yang menitikberatkan pergolakan jiwa manusia pada alam sadar, dikembangkan oleh Sigmund Freud bahwa kegiatan dan tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh pergolakan tak sadar bawah sadar tersebut.
Sumbangan yang terbesar Sigmund Freud dalam psikologi hukum yaitu melalui pidatonya di depan hakim Austria tentang ”keputusan hakim yang dipengaruhi oleh proses-proses tak sadar”. ”Even lain yang membuat para psikolog sadar bahwa ide mereka dapat digunakan untuk mentransformasikan sistem hukum adalah terbitnya buku yang berjudul on the witnes stand oleh Hugo Munstenberg (1907)” (Constanzo, 2006:4), demikian juga dengan munculnya beberapa penelitian psikologi dalam lapangan ilmu hukum seperti diskriminasi hukum, hukuman berat, pornografi, perilaku seks, dan syarat penahanan seorang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya menanandai kelahiran psikologi dan hukum.
Sejarah singkat psikologi dan hukum juga dapat diamati berdasarkan tulisan Hakim Agung Sail Warren sebagaimana dikemukakan oleh Mark Constanzo (2006: 9) “kebijakan pemisahan ras biasanya diinterpretasikan sebagai pertanda menganggap kelompok Negro sebagai kelompok inferior. Perasaan inferioritas ini mempengaruhi motivasi belajar anak, oleh sebab itu segregasi yang disertai dengan sanksi hukum, memiliki tendensi untuk memperlambat perkembangan dan pendidikan mental anak Negro dan membuat mereka tidak dapat memperoleh keuntungan yang mestinya dapat mereka peroleh di dalam sistem persekolahan yang secara rasial terintegrasi”.
Hal tersebut, Mark Constanzo (2006:15) menyimpulkan ”bahwa pemisahan anak kulit hitam semata-mata karena rasnya melahirkan perasaan inferioritas terhadap statusnya di masyarakat, yang dapat mempengaruhi jiwa dan pemikiran mereka sedemikian rupa sehingga tidak akan pernah mungkin dipulihkan”.