Selamat Datang Prof. Saldi
Berkepala plontos, perawakan kurus semampai, bicaranya blak-blakan dalam menyampaikan kritik seputar kasus korupsi yang sudah kronis menimpa bangsa ini. Pun namanya tidak sulit ditemukan di berbagai media lokal, nasional, hingga internasional. Juga telah menerbitkan belasan karya, buku maupun jurnal yang membuktikan kepakarannya sebagai ahli di bidang konstitusi dan hukum tata negara.
Dialah Prof. Saldi Isra, tak salah kemudian kalau Presiden Jokowi mendapuknya sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pengganti jabatan hakim anggota Patrilis Akbar yang tersungkur gegara badai suap korupsi.
Dipastikan pelantikan Prof. Saldi tidak akan menuai kontroversi dan kecaman publik. Publik akan mengapresiasi langkah Jokowi, kalau sesungguhnya itu sudah tepat.
Siapa Prof Saldi?
Lahir di Paninggalan-Solok, 20 Agustus 1968, anak dari pasangan Ismail dan Ratina ini, bukan jalan mulus baginya bisa merengkuh dengan muda jabatan hakim MK. Masuk ke universitas negeri saja ia pernah kandas di tengah jalan, tidak lulus. Pada 1988 mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) dia gagal. Barulah pada tahun berikutnya (1989), akhirnya diterima di Universitas Andalas.
Soal kemonceran Prof saldi di bidang hukum sejak mahasiswa sungguh nyata terlihat. Pernah menjadi mahasiswa teladan berprestasi utama I di Universitas Andalas (1994). Dan di tahun yang sama itu dinyatakan lulus dengan predikat summa cum laude.
Setelah itu, muluslah selalu perjalanan hidupnya, pada 2001 berhasil meraih gelar master of publik administration dari universitas Malaya, Malaysia. Kemudian pada 2009, dia menjadi Doktor di Universitas Gajah Mada. Setahun berselang, di tempat mengajar, Universitas Andalas, ia dikukuhkan menjadi guru besar.
Satu hal yang unik dari karakter guru besar seorang Saldi, ia menjadi guru, pakar, ahli khususnya di bidang hukum tata negara bukan hanya menjadi hebat untuk dirinya seorang. Dari pertemuan saya dengan beberapa muridnya (mahasiswanya), selalu memberikan pengakuan kalau Prof. Saldi tidak hanya menjadi “teacher” di ruangan kelas semata, tetapi lebih dari itu semua, selalu ia bersungguh-sungguh menurunkan bakat dan potensi menulisnya ke beberapa mahasiswa. Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas(Pusako Unand) yang memang didirkan oleh Prof. Saldi menjadi ajang pembuktiannya telah mengorbitkan beberapa murid telah mampu menembus halaman opini koran nasional. Ada mas Khairul Fahmi, Mas Agil, bahkan pakar hukum tata negara mentereng sekelas Refly Harun tak lepas dari binaan Prof Saldi.
Untuk saat ini, kendati Prof. Saldi sudah harus konsentrasi di gedung Mahkamah Konstitusi, karakter demikianlah yang harus menjadi pelajaran berharga buat mereka yang berada dalam profesi dosen baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Bahwa tugas maha berat seorang guru besar adalah mendidik mahasiswanya setaraf dengan keilmuannya, dan tak takut kalau suatu waktu tingkat keilmuan mahasiswanya melebihi sang guru. Yakin dan percaya saja, guru yang mengorbitkan banyak cendekiawan dan intelektual muda, negeri ini tidak akan mengalami krisis negarawan yang akan melanjutkan estafet dan penegakan supremasi konstitusi, walaupun para pembesar berusia senja punai sudah dan harus mengakhiri karirnya.
Layak ke MK
Lalu kemudian, untuk mengatakan soal layak atau tidak layak Prof. saldi menjadi bagian dari pengawal UUD, memang harus dikatakan layak amat. Suatu waktu ketika eks ketua MK jilid pertama, Prof. Jimlly Asshiddiqie gusar atas terseratnya Hakim Konstitusi Patrilis Akbar dalam kasus suap, bahwa kedepannya hakim MK haruslah mereka yang rajin belajar, rajin membaca, rajin menulis. Maka tak perlu ditanya lagi, Prof. Saldi sudah memberikan sumbangsi yang maha berarti untuk penegakan dan pencerahan cakrawalah konstitusi di negeri ini.
Melalui karya monumentalnya, “Pergeseran Fungsi Legislasi” tiada lain buku yang diterbitkan dari disertasinya di UGM, sudah lebih dari cukup kalau penguasaan konstitusinya di atas rata-rata. Beliau memang layak untuk menjadi salah satu nahkoda MK di tengah krisis penalaran pendapat mahkamah dalam berbagai putusan pengujian undang-undang.
Soal integritas kemudian, Prof. Saldi harus membuktikan kata-katanya, antara kata dan perbuatan harus sejalan. Jika ia selalu mengkampanyekan pencegahan dan pemberantasan korupsi, maka di MK-lah ia harus menunaikan kata-katanya itu. MK haruslah kembali mengaumkan singa keadilannya, bersih dari isu badai suap, independen lagi mandiri dalam menelorkan putusan yang bertujuan menjaga hak-hak konstitusional warga negara.
Lilin harapan itu kini mulai memencarkan cahayanya, irama gendang konstitusi siap ditabuh, anak yang masih muda, semangat dan nyali juang masih tinggi, terbersit harapan, kita tidak akan menemukan lagi putusan Mahkamah yang lemah dari sudut argumentasi dan penalaran.
Di sana, di gedung mahkamah yang mulia itu, masih ada beberapa hakim MK yang tergolong memiliki kecerdasan rata-rata, ada I Dewa Gede Palguna, ada Prof. Maria Farida Indrati, ada Prof. Aswanto. Dan berkat kehadiran Prof. Saldi, semoga putusan-putusan MK tidak hampa, kosong dan lemah penalaran lagi.
Selamat datang Prof Saldi, MK senang menyambutmu di tengah multikrisis yang menimpanya. Masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh MK. Uji perundang-undangan yang tak kunjung usai, sengketa Pilkada yang menyandera MK dalam limit waktu yang singkat. Belum lagi perkara pemilu mendatang, sengketa Pileg, sengketa Pilpres, semuanya sudah nyata menantimu.
Kredibiltas dan independensimu kini harus engkau pertaruhkan. Benar engkau diusung oleh Presiden Jokowi yang tidak menutup kemungkinan akan maju di Pilpres 2019 nanti.
Belum lagi kita semua pada mahfum kalau engkau pernah menjadi simpatisan politik Presiden Jokowi. Jauh tak perlu dinyana lagi kata-kata dan sumpahmu, hanya bekerja demi rakyat semata. Buktikanlah kalau dirimu layak disejajarkan dengan eks ketua MK sebelumnya, Prof. Jimly juga Prof. Mahfud, selalu damai sentosa pasca pencopotan jubah konstitusinya.*