Nasib Kapal Demokrat
Hasil riset SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting) pada 6-20 Desember 2012 yang turun bebas akhir pekan lalu. Benar-benar Menohok, mengharubirukan, melucuti dan memantik jantung kredibiltas Partai Demokrat (PD). Bagaimana tidak, partai Mercy segi tiga biru itu. Sebagai partai penguasa (the ruling party) yang digagas, dibesarkan dan didalangi kelahirannya oleh SBY sendiri. Meradang, gara-gara elektabilitas PD kian merengsek hingga 8 % di bawah elektabilitas Partai Golkar (21 %) dan PDI Perjuangan (18 %).
Dituding oleh tiga Menteri asal Demokrat (Jero Wacik, Syarifuddin Hasan, dan Amir Syamsuddin). Causa prima dari persepsi publik tersebut. Disematkan pada pucuk pimpinan partai. Ketua Umum PD: Anas Urbaningrum.
Sehingga para senior, petinggi PD, dan Majelis Tinggi akhirnya angkat bicara. Paranoid melanda para petinggi. Jika kapal Demokrat benar-benar akan karam. Bahkan pecah pada akhirnya. Kalau semua elit PD tidak cepat gegas bertindak dan berbenah diri.
Para petinggi PD meminta agar SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi, Ketua Dewan Pembina. Segera turun gunung. Dan SBY selepas dari tanah suci Mekah mengahadap di depan kabah. Selekas menunaikan umrah. Seolah mendapat bisikan “wahyu politik” dari sana. SBY-pun merespon kegalauan para nahkoda dan awak kapalnya. SBY sudah memiliki jawaban atas kekisruhan yang melanda partai, “anak kandungnya” sendiri di tanah air.
Rapat Majelis Tinggi akhirnya digelar oleh SBY Jumat malam (8/2) di Cikeas. Pada intinya, SBY mengambil kesimpulan. PD diambil alih oleh Ketua Majelis Tinggi dan menginstruksikan kepada Ketua Umum Anas Urbaningrum. Agar konsentrasi dengan kasus hukumnya yang sedang di tangani KPK.
Meskipun solusi yang ditawarkan oleh SBY terkesan melanggar konstitusi Partai (vide: Pasal 100 ayat 3 dan ayat 4 AD/RT PD). Tetapi nyatanya, tidak ada pilihan lain bagi dirinya. Guna Menyelematkan PD dari ancaman keretakan soliditas saat ini. Agar kapal partai mercy itu tidak karam. Sebelum penghujung 2014. Sebagai Ketua Dewan Pembinan Partai ex–officio Ketua Majelis Tinggi. SBY tampaknya sudah berada dalam puncak ketidaksabaran.
Ketika berkali-kali kapalnya digoyang badai. Dari pada kapal Demokrat pecah. Guna menguatkan barisan dan soliditas partai. Saatnya sang Ketua Dewan Pembina menggunakan tangan besinya. Hal ini didukung oleh statement yang diungkapkan dalam rapat majelis tinggi Jumat kemarin. Akan menguatkan friksi yang melanda partainya. Dalam butir kedelapan isi pidato SBY di Cikeas mengungkapkan: “Dengan memohon ridho Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa. PD mengutamakan penataan, penertiban dan pembersihan partai dari unsur negatif, baru melakukan ikhtiar untuk keberhasilan pemilihan tahun 2014 mendatang.”
Sinyal
Meskipun para petinggi PD selalu memutarbalikan lidah dan fakta. Tidak ada faksionalisasi di lingkaran PD. Namun hasil pidato SBY kemarin adalah sinyal yang dikirim oleh Ketua Majelis Partai. Agar Anas, lagi-lagi diminta secara halus (soft) legowo mengundurkan diri dari kursi Ketua Umum. Pesan seperti itu bukan hanya pertama kalinya di kirim oleh SBY. Juga bisa diamati beberapa kejadian tahun lalu. Berkali-kali kursi Anas digoyang. Melalui forum komunikasi para pendiri PD, dan forum Dewan Pembina.
Namun Anas selalu punya strategi politik jitu. Untuk mempertahankan kursinya saat ini. Jikalau SBY tampak hati-hati, cermat, menerapkan strategi main cantik. Maka Anaspun memiliki cara melawan bahasa politik SBY, yang mengancamnya. Melalui kekuatan grass root, dengan mengunjungi DPC dan DPP PD. Anas melakukan serangan balik, meskipun dengan cara bermain. Menerapkan strategi bertahan.
Anas selalu bertumpu pada logika konstitusi dan hukum (AD/RT PD). Sementara faksi melawan Anas berpijak pada logika politik atau logika persepsi. Oleh karena itu cara yang selalu digunakan oleh lawan Anas. Agar dapat digoyang kursinya. Dasar atau power-nya terletak pada hasil survey. Factor lain, Anas kembali juga digoyang. Saat ini, yakni melalui tidak terbuktinya ulasan Anas di beberapa media tahun lalu. Dengan menembak balik lawan faksinya. Ketika beliau mengatakan, keterpurukan elektabilitas Demokrat bukan karena dirinya, melainkan karena kinerja pemerintah yang juga buruk di mata sebagian orang. Argumentasi politik Anas. Dengan jawaban seperti itu. Sudah tidak relevan lagi digunakan. Dalam melawan persepsi publik. Karena hasil survey juga menunjukan kalau akhir-akhir ini. Kinerja pemerintah di bawah tangan SBY. Masih mendapat kepercayaan publik.
Pada saat yang sama SBY lagi-lagi mengirim sinyal kepada Ketua Umum Anas. Kalau tidak “becus” mengurus konflik internal yang melanda partai yag kini sedang dinahkodainya. Melalui undangan SBY terhadap 33 ketua DPP PD di Cikeas kemarin.
Nasib Anas
Jabatan Anas sebagai Ketua Umum PD saat ini. Setelah beberapa kewenangannya dilucuti, dipreteli, dibonsai, dan diamputasi. Atas keputusan Ketua Majelis Tinggi Partai (SBY). Nampaknya nasib Anas juga terancam karam. Tenggelam dalam kekuatan faksi-faksinya yang kini diambil alih oleh Ketua Majelis Tinggi Partai.
Patut menjadi catatan bagi PD, bahwa karamnya nasib Anas. Belum tentu juga PD dapat mendayu kapalnya tanpa goncangan. SBY perlu sadar dan tahu diri bahwa Anas juga akan melakukan serangan dari bawah. Meminjam istilah Hanta Yudha (Penulis buku “Presidensialisme Setangah Hati”) Anas boleh jadi akan menggunakan politik pemain judo, yang mana cara mengalahkan lawan adalah dengan menggunakan energi lawannya. Sehingga dalam posisi tersebut, kemenangan adalah sebuah nihilisme.
Supaya SBY Nampak tidak bersalah. Dan tidak melanggar konstitusi AD/ RT PD. Jalan terjal yang dipilih, kendati masih menjadi tanda tanya. Kalau jalan tersebut dapat mempercepat laju kapal, tanpa goyangan dan hantaman badai lagi. Adalah dengan meminjam tangan orang lain (action by proxy). SBY selain mengirim sinyal kepada Anas, juga mengirim sinyal kepada KPK. SBY meminjam tangan KPK. Agar dengan cepat gegas memperjelas posisi Anas. Sebagai tersangka, ketika Anas diharapkan konsentrasi dengan kasus hukumnya yang ditangani KPK.
Tinggal menanti waktu saja. Kalau Anas memang benar. Nyatanya juga akan mengikuti jejak rekam kader Demokrat lainnya (Nazar, Angie, dan AAM). Namun belum tentu juga elektablitas Demokrat akan menanjak. Kalau Anas menjadi tersangka. Karena boleh jadi publik tambah guram dan gusar terhadap PD. Karena semakin menguatkan kalau PD telah wanprestasi dari slogan “Katakan Tidak Pada Korupsi”
Sebaliknya, kalau Anas tidak tersangka. Pada akhirnya, justru akan berbahaya bagi PD. Anas malah akan mengirim sinyal balik ke Petinggi PD. Sehingga para petinggi yang tidak menginginkannya. Akan hancur lebur elektabilitas personalnya. Dan pada saat itu pupus sudah waktu bagi PD memikirkan kapalnya yang kian terancam karam. Menuju perhelatan 2014.***